Seminar Nasional Pasar Modal Syariah

Pemberian Cindramata Kepada Narasumber dari MUI Malang Bapak Drs. KH. Chamzawi M.HI.

Kuliah Tamu Manajemen

Bersama pimpinan manajemen dan pemateri kuliah tamu dengan tema menumbuhkan jiwa wirausaha yang kreatif, inovatif dan mandiri.

Ekonomi Kreatif

Narasumber dalam rangka Turba PCNU Kota Malang Tematik terkait ekonomi kreatif di MWC NU Lowokwaru Ranting Dinoyo

Seminar Nasional

Narasumber Seminar Nasional Economic Outlook, Prospects And Future Of The Indonesian Economy,(Bersama Ketua Komisi C DPRD tk 1 Jatim)di FE UNUSIDA Sidoarjo.

Penyuluhan UMKM

Narasumber Penyuluhan terkait administrasi sederhana UMKM di Desa Sutojayan Kabupaten Malang.

Minggu, 30 Juni 2019

Peningkatan Manfaat Kawasan Ekowisata

Pengelolaan kawasan ekowisata secara baik dapat mendatangkan banyak peluang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peluang ini dpata dinikmati apabila pengelola kawasan ekowisata dapat: (1) memanfaatkan dengan baik segmen pasar ekowisata; (2) memanfaatkan potensi manfaat ekowisata; dan (3) meningkatkan peluang ekonomi.

Segmen pasar ekowisata
Daerah pesisir dan lau yang dikembangkan menjadi kawasan ekowisata banyak menarik minat para wisatawan dari berbagai macam kalangan, sehingga menciptakan banyak segmen pasar. Segmen pasar ekowisata yang beragam harus dimanfaatkan oleh pengelola kawasan ekowisata melalui pengembangan dan diversifikasi target pasar, serta kerja sama dengan pihak lain, baik dalam hal pemasaran maupun dalam hal peningkatan daya tarik objek wisata dan pelayanan para wisataan.

Potensi manfaat ekowisata
Potensi manfaat kawasan ekowisata dapat berupa: (1) meningkatkan peluang ekonomi; (2) perlindungan sumberdaya alam dan nilai budaya; dan peningkatan kualitas hidup

Daftar Pustaka
Prof. Dr. Ir. H. Ambo Tuwo, DEA. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut . (Sidoarjo: Brillian Internasional. 2011) hal 336

Dampak positif dari Ekowisata

Dampak positif dari Ekowisata :
a.    Peningkatan penghasilan dan devisa negara.
b.    Tersedianya kesempatan kerja baru.
c.    Berkembangnya usaha-usaha baru.
d.    Meningkatnya kesadaran masyarakat dan isatawan tentang pentingnya konservasi sumber daya alam.
e.    Peningkatan partisipasi masyarakat.
f.    Meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
 
Pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut bertujuan untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat pesisir melalui pemanfaatan potensi wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan. Saat ini, potensi wilayah pesisir dan laut masih banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini antara lain disebabkan oleh relatif masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dan lemahnya kondisi sosial-ekonomi masyarakat pesisir (Budiharsono, 2011).

Kondisi sosial-ekonomi masyarakat pesisir saat ini masih didominasi oleh kegiatan penangkapan ikan, sedangkan kegiatan ekonomi lainnya, seperti ekowisata pesisir dan laut belum berkembang dengan baik. Selain itu, kegiatan penangkapan ikan masih dilakukan dalam skala kecil, dengan produksi yang belum memadai di satu sisi, dan biaya produksi atau operasional yang tinggi di sisi lain. Semua hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir.
 
Ciri kondisi sosial-ekonomi masyarakat pesisir, Kemiskinan adalah ciri yang sangat menonjol dari kehidupan masyarakat pesisir di Indonesia, khususnya nelayan. Secara umum nelayan lebih miskin dibanding petani. Hal ini terutama disebabkan oleh : (1) tantangan alam yang dihadapi nelayan sangat berat, termasuk faktor musim; (2) pola kerja yang homogen dan bergantung hanya pada satu sumber penghasilan; (3) Keterbatasan penguasaan modal, perahu, dan alat tangkap; (4) Keadaan pemukiman dan perumahan yang tidak memadai; (5) Karakteristik sosial-ekonomi belum mengarah pada sektor jasa lingkungan (Rahardjo, 1999).
 
Menurut Nikijuluw (2003), yang dimaksud masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannnya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir; mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, pemasok faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang nonperikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transpotasi, serta kelompok lainnya yang memanfaatkan sumberdaya nonhayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya.
Kekurangberdayaan masyarakat pesisir antara lain disebabkan oleh keterbatasan mereka dalam penguasaan ilmu, teknologi, modal dan kelembagaan usaha. Selama ini dikenal lima pendekatan yang dapat dilakukan untuk memberdayakan masyarakat pesisir, yaitu:
a.    Penciptaan lapangan kerja alternatif sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga
b.    Mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri
c.    Mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna
d.    Mendekatkan masyarakat dengan pasar
e.    Membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat (Nikijuluw, 2003)

Daftar Pustaka :
Prof. Dr. Ir. H. Ambo Tuwo, DEA. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut . (Sidoarjo: Brillian Internasional. 2011) hal 132
Budiharsono, 2011
Rahardjo, 1999
Nikijuluw, 2003

Strategi Pengembangan Pariwisata

Promosi digencarkan. Promosi pariwisata menjadi salah satu kunci penting untuk keberhasilan upaya meningkatkan angka kun¬jungan turis di suatu objek wisata. Melalui promosi, wisatawan akan mengeta¬hui bahwa ada lokasi yang menarik untuk disinggahi. Dengan promosi, potensi yang dimiliki suatu tempat tujuan wisata dapat diketahui masya¬rakat dan dapat menggenjot pembangunan sektor pari¬wisata di suatu daerah. promosi pariwisata perlu terobosan. Promosi bisa dilakukan lewat internet atau media sosial (Medsos), yang dikenal istilah komunikasi atau promosi digi¬tal. Pada era digital, promosi pariwisata memang tidak cu¬kup hanya dilakukan melalui media konvensional. Media konvensional, se¬perti baliho, billboard, brosur, leaflet, iklan di media ini masih dibutuhkan, namun promosi model lain harus digencarkan. Perlu ada terobos¬an untuk promosi potensi pari¬wisata dengan memanfaatkan berbagai aplikasi(Website, Twitter, Instagram, Facebook, YouTube, Line, Path, dan berbagai aplikasi medsos lain) bisa dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah hingga pengelola objek wisata. Media digital relatif lebih murah, namun bersifat masif. Medsos juga sangat menarik dan interaktif.

Meningkatkan Sumber Daya Manusia. Peran SDM sebagai pekerja dapat berupa SDM di lembaga pemerintah, SDM yang bertindak sebagai pengusaha (wirausaha) yang berperan dalam menentukan kepuasan dan kualitas para pekerja, para pakar dan profesional yang turut berperan dalam mengamati, mengendalikan dan meningkatkan kualitas kepariwisataan serta yang tidak kalah pentingnya masyarakat di sekitar kawasan wisata yang bukan termasuk ke dalam kategori di atas, namun turut menentukan kenyamanan, kepuasan para wisatawan yang berkunjung ke kawasan tersebut. SDM pariwisata harus meningkatkan penguasaan bahasa asing terutama Inggris, teknologi informasi (IT), maupun manajerial melalui pendidikan dan pelatihan.

Sadar Wisata dan Sapta Pesona. Gerakan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar siap untuk berperan sebagai tuan rumah dan memahami, mampu serta bersedia untuk mewujudkan Sapta Pesona di lingkungannya yang meliputi unsur-unsur : Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, dan Kenangan. Makna yang terkandung dalam konsep Sadar Wisata adalah dukungan dan pertisipasi seluruh komponen masyarakat dalam mewujudkan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di suatu wilayah. Konsep tersebut telah menempatkan posisi dan peran penting masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan baik sebagai tuan rumah (untuk menciptakan lingkungan dan suasana yang mendukung di wilayahnya) maupun sebagai wisatawan (untuk menggerakkan aktifitas kepariwisataan di seluruh wilayah tanah air, mengenali dan mencintai tanah air).

Masalah Pengembangan Wisata

Masalah Publisitas, Kemampuan untuk promosi di luar negeri dirasakan masih lemah sehingga produk pariwisata Indonesia di luar negeri belum cukup dikenal.

Masalah Sumber Daya Manusia, Sumber daya manusia adalah salah satu modal dasar dalam pengembangan pariwisata. Sumber daya manusia ini harus memiliki keahlian dan keterampilan yang diperlukan dalam upaya peningkatan mutu jasa pelayanan pariwisata. Sekarang ini belum memadainya secara kualitatif dan kuantitatif tenaga-tenaga profesional. Dalam hal ini, kemampuan lembaga pendidikan dan latihan bidang pariwisata yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta belum dapat memenuhi kebutuhan.

Masalah Pengembangan Prasarana Pariwisata. Apabila kita amati secara saksama, kiprah usaha kepariwisataan khususnya usaha perhotelan selama ini telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa, bahkan peningkatan yang cukup dramatis ini terjadi di Bali dan Jakarta. Peningkatan ini jelas harus kita sambut dengan gembira mengingat hotel adalah sarana pariwisata yang utama dalam usaha pengembangan pariwisata, namun demikian harus tetap waspada. Dalam arti jangan sampai investasi yang cukup besar ini mubazir di kemudian hari. Dalam hal ini dukungan adanya prasarana yang menunjang sarana pariwisata sangat dibutuhkan, antara lain infrastruktur perhubungan darat, perhubungan udara, perhubungan laut telekomunikasi dan sarana pendukung lainnya. Kita semua tahu, bahwa untuk menyediakan prasarana pendukung pariwisata khususnya yang bertaraf internasional cukup berat dalam arti tidak semudah seperti membangun hotel atau pengadaan kendaraan. Kesemuanya memerlukan biaya yang tidak kecil maupun waktu yang cukup lama.

Masalah Ekologis/Lingkungan. Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata otomatis meningkatkan kebutuhan bahan  seperti batu kali, kerikil pasir dan alami. pengangkutan dari lain-lain selanjutnya proses Kesemuanya sumber bahan didapat ke lokasi bangunan itu, jelas membawa pengaruh terhadap lingkunganan peningkatan sarana pariwisata, khususnya akomodasi mengakibatkan meningkatnya limbah.

Pengaruh Kepariwisataan terhadap Perekonomian

Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembanagn dan pemanfaatan sumberdaya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun investasi yang akan menimbulkan produksi barang dan jasa. Selanjutnya wisatawan secara tidak langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan untuk berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang dan jasa tersebut. Dalam memenuhi permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang transportasi dan komunikasi. 

Pembangunan sektor pariwisata merupakan salah satu program andalan pemerintah Indonesia yang memiliki prospek dan peranan penting dalam meningkatkan lapangan pekerjaan dan menambah devisa negara. Pengembangan pariwisata tidak lepas dari unsur fisik maupun non fisik (sosial, budaya, dan ekonomi), maka dari itu perlu diperhatikan peranan unsur tersebut. Faktor geografi merupakan faktor yang penting untuk pertimbangan dalam pengembangan pariwisata. Perubahan iklim merupakan salah satu faktor yang mampu menumbuhkan serta menimbulkan variasi lingkungan alam dan budaya, sehingga dalam mengembangkan kepariwisataan karakteristik fisik dan nonfisik suatu wilayah perlu diketahui. 

Suatu negara yang mengembangkan pariwisata sebagai suati industri di negaranya, maka lalu lintas orang-orang (wisatawan) tersebut ternyata memberi keuntungan dan memberi hasil yang bukan sedikit dan bahkan memberikan pendapatan (income) utama, melebihi ekspor bahan-bahan mentah, hasil tambang yang dihasilkan negara tersebut. 

Sebagai akibat lebih jauh, dengan adanya lalu – lintas orang-orang yang melakukan perjalanan wisata tadi, ternyata memberi dampak terhadap perekonomian di negara yang dikunjungi. Dampak yang dimaksudkan antara lain adalah:
a.    Memberikan kesempatan kerja atau dapat memperkecil pengangguran
b.    Peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah
c.    Meningkatkan pendapatan nasional (national income )
d.    Memperkuat posisi neraca pembayaran (net balance payment)
e.    Memberikan efek multiplier dalam pereknomian setempat.
 
Jadi, tujuan utama mengembangkan industri pariwisata pada suatu negara, adalah untuk menggali dan meningkatkan nilai-nilai ekonomi sebagai akibat adanya orang-orang melakukan perjalanan wisata di negara tersebut.

Kawasan pariwisata memerlukan dukungan keuangan yang besar. Oleh karen itu, pengelola kawasan pariwisata harus mampu mengelola dengan baik sumber-sumber keuangannya. Sumber keuangan dari suatu kawasan pariwisata dapat berasal dari pemerintah dan swasta.
    
Bagi Indonesia, sektor pariwisata semakin berperan dalam menggerakkkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Itulah sebabnya pemerintah telah menetapkan sektor pariwisata sebagai sektor prioritas dalam pembangunan. Sebagai sektor ekonomi, pariwisata memiliki potensi dan keunggulan antara lain:

1) Memberikan sumbangan terhadap penerimaan devisa yang sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional, meringankan beban utang negara dan memelihara nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing.
2) Penciptaan lapangan pekerjaan tidak hanya terbatas di kota tetapi justru menyebar ke pedesaan.
3) Memperluas kesempatan berusaha di sektor formal dan informal, usaha besar, menengah, kecil dan koperasi.
4) Peningkatan pendapatan pemerintah pusat dan daerah melalui berbagai pajak dan retribusi.
5) Peningkatan pendapatan masyarakat
6)Pemerataan, pembangunan dan mengurangi ketmpangan pembangunan baik secara struktural, spasial dan sektoral.
    
Untuk menjamin ketersediaan dan pengelolaan kawasan pariwisata, maka pengelola harus mampu mendapatkan dukungan keuangan dari pemerintah dan swasta. Hal ini penting mengingat semua jenis pengelolaan membutuhkan biaya. Sumber atau bantuan keuangan dari pemerintah biasanya berupa dana: (1) perlindungan lingkungan; (2) pengembangan infrastruktur jalan; (3) perlindungan keamanan dan penegakan hukum (4) monitoring dan evaluasi dampak dan kualitas (5) penentuan penelitian dan pengembangan; (6) pengembangan pusat informasi dan layanan pengunjung; dan (7) penyelesaian masalah
    
Sumber keuangan dari sektor swasta umumnya merupakan hasil usaha terkait dengan layanan jasa dan barang; seperti (1) akomodasi dan makanan; (2) transportasi bus dan mobil; (3) informasi berupa panduan dan iklan; (4) situs promosi dan produk iklan; (5) produk pakaian, souvenir, dan peralatan; dan (6) jasa hiburan.

Daftar Pustaka :
Muljadi A.J. Kepariwisataan dan Perjalanan. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2009)  hal 110, 112

Pariwisata dan Prinsip Pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut

Pariwisata berasal dari suku kata pari dan wisata . Pari berarti banyak, berkali-kali dan berputar-putar, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan atau bepergian yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling. Sedangkan menurut (Hunziker dan Kraft 1942) mendefinisikan pariwisata adalah keseluruhan hubungan dan gejala-gejala yang timbul dari adanya orang asing dan perjalanannya itu tidak untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan mencari nafkah. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, “Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang ini.  Berdasarkan seluruh definisi diatas pariwisata dapat diartikan sebagai suatu aktivitas perubahan tempat tinggal sehari-hari dengan suatu alasan apa pun selain melakukan kegiatan yang bisa menghasilkan upah atau gaji. 

Sedangkan pengertian ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan menyertakan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Ekowisata juga merupakan suatu jenis pariwisata yang kegiatannya semata-mata menikmati aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan alam dengan segala bentuk kehidupan dalam kondisi apa adnya dan berkecenderungan sebagai ajang atau sarana lingkungan bagi wisatawan dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan proyek wisata.

Prinsip Pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut:
  1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap bentang alam dan budaya masyarakat lokal
  2. Mendidik atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingya konservasi.
  3. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk Ekoisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan.
  4. Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengembangan Ekowisata.
  5. Keuntungan ekonomi yang diperoleh secara nyata dari kegiatan Ekowisata harus dapat mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian kawasan pesisir dan laut.
  6. Semua upaya pengembangan, termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas  harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam.
  7. Pembatasan pemenuhan permintaan, karena umumnya daya dukung ekosistem alamiah lebih rendah daripada daya dukung ekosistem buatan.
  8. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan dialokasikan secara proporsional dan adil untuk pemerintah pusat dan daerah.
Daftar Pustaka:
Muljadi A.J. Kepariwisataan dan Perjalanan. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2009) Hal 7
Prof. Dr. Ir. H. Ambo Tuwo, DEA. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut . (Sidoarjo: Brillian Internasional. 2011) Hal 32

Senin, 24 Juni 2019

Cara Mengatasi Pengangguran Berdasarkan Penyebab Terjadinya

Pengangguran, setengah pengangguran, atau status informal merupakan tiga buah masalah ketenagakerjaan yang paling berkaitan. Yang jelas karena hal ini merupakan masalah Sudah barang tentu memerlukan pemecahan. Bentuk pemecahannya berbeda-beda tergantung pada bentuk permasalahannya. Untuk itu kita dapat telusuri bentuk-bentuk permasalahannya.
 
Pengangguran Friksional
Ditinjau dari deskripsi permasalahan yang telah disusun di muka maka inti persoalan yang terletak pada hambatan aliran informasi antara penawaran dan permintaan tenaga kerja. Oleh karena itu, Penanganannya harus berubah usaha untuk mengintensifkan dan mengekstensifkan informasi. Intersif, agar informasi disebarkan dalam jumlah yang cukup. Penyebaran informasi yang secara ekstensif dimaksudkan agar menjangkau lokasi geografis luas mungkin, debat diketahui oleh yang bersangkutan untuk mempercepat bertemunya penawaran dan permintaan tenaga kerja.

Media cetak yang berubah surat kabar, majalah, atau selebaran yang lain dapat digunakan untuk maksud itu.Bursa- Bursa Tenaga Kerja dalam lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan lembaga-lembaga swasta juga dapat memainkan peranan untuk mengatasi hambatan waktu dan tempat bagi aliran informasi pasar kerja.

Pengangguran Musiman
Masalah yang timbul dalam dimensi musiman ini adalah saat dimana sedang terjadi off season. Bila on season, angka pengangguran yang dibutuhkan lagi sehingga mereka tidak perlu meninggalkan tempat tinggalnya jauh-jauh atau secara permanen. Salah satu pemecahannya memang berupa migrasi musiman ke daerah lain namun tindakan seperti itu mahal bila ditinjau dari biaya sosial.

Salah satu alternatifnya adalah pengembangan jenis-jenis kegiatan yang off farm atau non farm di daerah pedesaan di mana Irama musiman sudah merupakan sesuatu yang rutin. Penguasa lokal dapat menentukan bentuk dari kegiatan off farm tersebut.

Keuntungan dari kegiatan ini adalah mengikat mereka dalam bahasa yang bersangkutan sehingga kemajuan dan keberhasilan mereka juga membawa dampak positif bagi pengembangan dasarnya.
 
Pengangguran Siklikal
Untuk menanggulangi pengangguran siklikal dibutuhkan kebijakan anti siklikal. Berbagai kebijakan seperti itu dapat berupa kebijakan yang tergolong moneter atau fiskal.

Kebijakan moneter yang bersifat melawan konjungtur adalah memperluas uang yang beredar pada saat terjadi Resesi dan mengirim jumlah uang yang beredar pada saat terjadi ekspansi yang berlebihan. Namun, yang dibicarakan di sini adalah hanya pada saat resepsi yang berakibat terjadinya pengangguran siklikal.

Penurunan tingkat bunga pinjaman, penurunan rasio cadangan di bank sentral dan pengembalian surat berharga di Bursa surat berharga dapat mempermudah pengusaha dalam mencari modal untuk berusaha. Investasi yang bergerak dapat menghidupkan kegiatan ekonomi sehingga meningkatkan permintaan tenaga kerja pula.

Dampak yang sama juga diperoleh bila pemerintah meringankan tarif pajak atau memperbesar anggaran belanja pemerintah.
 
Pengangguran Struktural dan Teknologi
Inti masalah yang timbul dalam Pengangguran struktural dan teknologi adalah gagalnya penyesuaian keterampilan mereka yang terkena dampak teknologi. Mereka memiliki keterampilan yang kaku dalam situasi yang baru

Oleh karena itu, pemecahannya harus diarahkan pada program latihan dan latihan ulang. Program-program untuk mendeteksi kebutuhan macam latihan sangat diperlukan agar program latihan efektif. Dalam hal ini, Dewan Latihan Kerja Nasional di Depnaker Pusat maupun Dewan Latihan Kerja Daerah dapat diminta jasanya untuk mengadakan studi kebutuhan latihan ini.
 
Pengangguran Karena Kurangnya Permintaan Agregat
Inti persoalannya dalam hal pengangguran jenis ini adalah lesunya kegiatan ekonomi. Untuk menghidupkan kegiatan ekonomi ini, investasi dalam segala yang besar perlu dijalankan agar menghidupkan permintaan agregat yang berasal dari rumah tangga konsumen, perusahaan dan pemerintah.

Daftar Pustaka :
Arfida, Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 146. 147
Prijono Tjiptoherijanto, Prospek Perekonomian Indonesia Dalam rangka Globalisasi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), 111.
Suroto, Strategi Pembangunan dan Perencanan Kesempatan Kerja, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1992), 17.

Jenis Pengangguran Menurut Waktu Kerja dan Berdasarkan Penyebab Terjadinya

Jenis pengangguran menurut waktu kerja
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment)
Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. Contoh : suatu kantor mempekerjakan 10 orang karyawan padahal pekerjaan dalam kantor itu dapat dikerjakan dengan baik walau hanya dengan 8 orang karyawan saja,sehingga terdapat kelebihan 2 orang tenaga kerja. Orang-orang semacam ini yang disebut dengan pengangguran terselubung.

Setengah Menganggur (Under Unemployment)  
Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Contoh : seorang buruh bangunan yang telah menyelesaikan pekerjaan di suatu proyek untuk sementara menganggur sambil menunggu proyek berikutnya.

Setengah pengangguran dibagi menjadi dua kelompok :
• Setengah Penganggur Terpaksa, yaitu mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan lain.
• Setengah Penganggur Sukarela, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar.

Pengangguran Terbuka (Open Unemployment)
Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

Jenis Pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya :
Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
 
Pengangguran Friksional
Terjemahan luas daru kata frictional adalah gesekan. Jadi, Pengangguran friksional adalah pengangguran yang disebabkan oleh suatu hambatan yang menyebabkan proses bertemunya penawaran dan permintaan tenaga kerja menjadi tidak lancar. Pengangguran terjadi karena ketidaklancaran mekanisme pasar saja. Penyebab dari hambatan ini pada dasarnya ada dua yaitu karena tempat dan waktu.  seorang pencari kerja mungkin pada suatu saat tahu bahwa di lain tempat dapat permintaan tenaga kerja, namun untuk sampai ke lokasi tersebut dibutuhkan persiapan. Dengan demikian, jika ia tidak sampai di sana Hal ini dapat dihambat oleh perbedaan tempat. Sebagai contoh, tiga persiapan untuk ke lokasi itu memadai maka waktu lah yang menjadi hambatan utamanya. Selain itu, pencari kerja harus mengumpulkan informasi mengenai lowongan kerja. Hal itu tentu saja membutuhkan waktu. Apabila lokasi tersebut jaraknya lebih jauh maka pencari kerja membutuhkan waktu agak lama sebelum memutuskan untuk pergi. Sebagai manusia, ia membutuhkan banyak hal yang harus dipertimbangkanya. Sementara dia mengumpulkan informasi mempertimbangkan keadaan mengadakan persiapan untuk berangkat dan sebagainya maka jelas ia akan dikategorikan sebagai pengangguran pencari kerja. Padahal dalam waktu satu dua hari sampai 1 bulan lagi mungkin dia sudah mendapatkan pekerjaan tersebut.

Pengangguran Musiman
Kegiatan ekonomi masyarakat sering terpengaruh oleh Irama musim. Pada masa ramai sehingga banyak permintaan Tenaga Kerja dan ada masa dimana kegiatan mengendur. Pergantian antara masa lalu dan masa kendur terjadi secara teratur dalam periode satu tahun.Selama kegiatan mengendur terjadi pengangguran dan akan terpecahkan secara otomatis Bila tiba masa ramai kembali.
Pada saat Menunggu datangnya masa yang lebih ramai oleh pencacah ia akan dicatat sebagai penganggur.
 
Contoh yang paling klasik adalah apa yang terjadi di sektor pertanian. Pada saat penyiapan lahan untuk ditanami dan dilanjutkan ke penanaman mungkin dibutuhkan tenaga kerja yang banyak. Namun, Pada saat tanaman tumbuh dan naga yang dibutuhkan yang dibutuhkan menyusut drastis karena permintaan tenaga kerja terbatas pada pemeliharaan saja dan juga pada masa panen. Namun, pada saat menanam benih kembali maka permintaan tenaga kerja secara besar-besaran meningkat lagi. Irama kegiatan ini diulang-ulang sehingga menjadi rutin tiap tahun.

Penyebab utama Irama ini adalah iklim alam yang berlaku. Namun, alam Bukan satu-satunya penyebab timbulnya Irama yang berulang-ulang secara rutin tiap tahun. Perilaku manusia juga dapat menjadi penyebabnya,  misalnya musim-musim sibuk menjelang lebaran atau tahun baru menyebabkan perbedaan perilaku ekonomi. Demikian pula menjelang masa periode liburan wisata dan seterusnya. Ditinjau dari segi pasar, ketidakseimbangan yang terjadi bersifat musiman tingkat pengangguran yang terjadi juga diberi predikat musiman.
 
Pengangguran Siklikal
Makin banyak orang berpendapat bahwa gejala ekonomi mengikuti perilaku alam dan gejala biologis. Justru karena iti, banyak perilaku ekonomi dapat dirumuskan dalam bentuk fungsi.

Seperti halnya banjir yang merupakan gejala alam.  ini terjadi berdasarkan siklus tertentu menurut ahli fisika sehingga dikenal banjir 10 tahunan, banjir 5 tahunan dan seterusnya. Demikian pula dengan kegiatan ekonomi Adakalanya terjadi ekspansi kegiatan meningkat. Timbul kejenuhan dan penurunan kegiatan. Setelah itu diikuti oleh kenaikan intensitas lagi. Siklus seperti ini 5 atau 10 tahunan sekali secara berulang-ulang secara rutin. Irama seperti ini Sudah barang tentu membawa dampak pada permintaan tenaga kerja.

Pada masa expansi orang biasanya penuh dengan optimisme.  dalam situasi seperti ini dampaknya bagi kesempatan kerja positif. Kenaikan permintaan terhadap tenaga kerja akan mengurangi pengangguran. Akan terjadi sebaliknya bila orang telah kehilangan kepercayaan terhadap peluang di masa depan. Sikap pesimisme yang timbul membawa dampak negatif pada kesempatan kerja. Hari ini terekam oleh naiknya tingkat pengangguran. Pengangguran yang berirama seperti ini disebut pengangguran siklikal yang terjadi sesuai dengan konjungtur atau business cycle yang dapat terjadi lima tahun sekali.

Sebenarnya pengangguran seperti ini mirip dengan pengangguran musiman. Namun hal ini terjadi dalam jangka yang lebih panjang. Elin memberatkan bagi adalah bahwa belum tentu orang yang menikmati enaknya dipekerjakan pada masa ekonomi sibuk belum tentu mendapatkan tempat yang sama enaknya pada saat ekonomi membaik setelah terjadinya Resesi. Apalagi kalau dia menjadi kalah bersaing untuk memperebutkan tempatnya semula. Pergeseran pergeseran individual yang terjadi di samping penderitaan selama pengangguran merupakan problem yang lebih berat daripada dalam kasus pengangguran musiman.
 
Pengangguran Struktural
Seperti disebutkan di muka bahwa salah satu dampak dari kemajuan ekonomi adalah terjadinya perubahan dominasi peranan ekonomi yang dimainkan oleh setiap sektor dalam kegiatan produksi maupun dalam pemberian kesempatan kerja.
 
Pertama-tama secara umum dapat dikatakan bahwa peranan sektor pertanian turun dan peranan sektor manufaktur dan bekerja sama meningkat. Hal ini berakibat pada penurunan daya serap tenaga kerja di sektor pertanian. Mereka yang tinggal di pedesaan dan yang terbiasa oleh sifat pekerjaan di sektor pertanian di bagian terpaksa mengadu nasib di sektor lain karena menyempitkan peluang di sektor pertanian. Film sektor yang baru belum tentu mereka beruntung dalam mencari pekerjaan. Pengangguran yang ditimbulkan karena perubahan struktur ekonomi seperti ini disebut Pengangguran struktural.

Dalam perjalanan pertumbuhan ekonomi mungkin ada satu sub sektor lain yang berkembang misalnya kehutanan. Perubahan sub sektoral seperti ini membawa dampak yang sejenis dan perubahan sektoral. Pengangguran yang dapat timbul karena perubahan seperti itu juga berciri struktural.

Banyak aspek pekerjaan yang mempunyai tuntunan atau persyaratan yang belum tentu dapat dipenuhi oleh limpahan tenaga kerja dari sektor atau subsektor lain. Hubungan kerjanya lebih formal, budaya kerjanya lebih kaku, dan hubungan soasialnya lebih imoersonal. Diantara penyebab itu mungkin yang paling langsung adalah tuntunan keterampilan yang tidak dapat dipenuhi dalam waktu singkat.
 
Pengangguran Teknologi
Dalam pertumbuhan industri kita amati bahwa teknologi yang dipakai dalam proses produksi selalu berubah. Ternyata laju perubahan itu semakin hari semakin cepat. Di berbagai industri elektronika perubahan teknologi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Perubahan teknologi produksi membawa dampak kesempatan kerja ke berbagai arah. Kekuatan subtitusi dan kekuatan mengubah spesifikasi jabatan yang ditimbulkan membawa dampak negatif bagi kesempatan kerja berupa pengangguran.

Sebagai contoh dapat disebutkan adanya perubahan lokomotif tenaga uap menjadi lokomotif diesel sehingga tidak lagi dibutuhkan tukang api. Dilakukan tapi tidak cepat menguasai keterampilan yang baru, maka kemungkinan ia tergusur oleh perubahan teknologi.

Daftar contoh semacam ini dapat diperpanjang lebih lanjut, namun yang penting adalah mengidentifikasi keterampilan yang segera usang dan memperkirakan mana yang akan muncul sehingga dapat diketahui arah berkembang masalah pengangguran nya.
 
Pengangguran Karena Kurangnya Permintaan Agregat
Permintaan total masyarakat merupakan dasar untuk diadakannya kegiatan investasi. Pengeluaran investasi memberikan peluang untuk tumbuhnya kesempatan kerja.
 
Bila permintaan terhadap barang dan jasa lesu, maka pada gilirannya timbul pula kelesuan pada permintaan tenaga kerja. Kurangnya permintaan agregat di sini diartikan secara mendasar bukan sementara bulanan atau tahunan tetapi merupakan kondisi yang berlaku dalam jangka panjang. Profil yang perlu diketahui adalah tempat terjadinya pengangguran menurut sektor ekonomi Apakah di sektor pertanian, pertambangan dan seterusnya. Selanjutnya distribusi menurut pendidikan perlu juga diketahui. pengangguran tidak terdidik atau berpendidikan rendah dapat lebih mudah ditangani karena biasanya kesempatan kerja bagi tenaga keterampilan mudah lebih besar sehingga kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan lebih besar. Akan tetapi sebaliknya dapat juga terjadi bahwa orang yang berpendidikan rendah bisa menyesuaikan diri dengan keterampilan baru. 

Daftar Pustaka:
Ritonga, MT dkk, Ekonomi Untuk SMA kelas XI, (Jakarta : PT Phibeta, 2007), 99.
Arfida, Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 136. 137, 138

Pengertian Pengangguran dan Upaya Menangani Pengangguran

Pengangguran adalah salah satu masalah yang ada dalam ekonomi makro yang berhubungan langsung dengan manusia. Pengangguran adalah orang yang masuk dalam kategori angkatan kerja (jumlah orang yang bekerja dan jumlah penganggur). Pengangguran adalah (penduduk yang berumur 15-59 tahun, ada beberapa negara lain memakai kategori 15-64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya, yang siap bekerja dan melakukan usaha spesifik untuk menemukan pekerjaan selama empat minggu sebelumnya. Apabila mereka tidak bekerja dan tidak mencoba mencari pekerjaan, walaupun umur mereka seperti di atas, maka mereka tidak termasuk golongan Angkatan Kerja. Golongan masyarakat seperti itu adalah pelajar sekolah menengah (sebelum tingkat universitas), mahasiswa dan ibu rumah tangga. Dengan demikian,  jumlah tenaga kerja atau angkatan kerja pada suatu waktu tertentu adalah banyaknya jumlah penduduk yang berada dalam lingkungan umur di atas yang bekerja atau sedang mencari pekerjaan.

 Adapun Definisi Pengangguran Menurut Para Ahli diantaranya:

Menurut Sadono Sukirno, Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
Menurut Ida Bagoes Mantra, Pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan.
Menurut Payman J. Simanjuntak, Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.
Menurut Iskandar Putong, Kategori orang yang menganggur biasanya adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan pada usia kerja dan masanya kerja.

Jika peningkatan jumlah angkatan kerja di suatu negara tidak diimbangi dengan peningkatan daya serap lapangan kerja, maka tingkat pengangguran di negara tersebut tinggi. Sebaliknya, jika peningkatan jumlah angkatan kerja diimbangi dengan peningkatan daya serap lapangan kerja, maka tingkat penganggurannya rendah.

Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara perbandingan (rasio) antara jumlah orang yang menganggur dengan angkatan kerja keseluruhannya disebut Tingkat Pengangguran. Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari  persentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja.

Upaya Menangani Pengangguran

Terdapat beberapa rekomendasi yang dapat disajikan dalam upaya penanganan pengangguran
 
Perlunya Pemahaman konsep operasional, pengumpulan data, dan pengukuran parameter ketenaga kerjaan, utamanya penganggur dalam segala bentuknya agar tidak terjadi kebingungan dalam menyusun data dasar. Apabila sumber data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan pencari kerja serta Badan Pusat Statistik dengan survei susenas dan Sakernas dirasa masih kurang memadai, perlu dicari cara lain seperti pendataan secara menyeluruh yang mirip dengan sensus mulai dari tingkat desa.
 
Program magang cukup potensial untuk dilanjutkan. Untuk itu, perlu adanya kerjasama dengan negara tujuan, baik dalam bentuk bilateral agreement maupun proses pemanggangan yang lebih arif dan bijaksana.
 
Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berbasis penciptaan perluasan kesempatan kerja yang fleksibel untuk menanggapi jumlah pengangguran yang terus bertambah melalui pemberdayaan sektor pertanian, industri rumah tangga kecil dan menengah, kerja sektor informal untuk dapat mengakses penguatan modal dan kredit lunak dari bank.
 
Penciptaan  lapangan kerja langsung. Yang perlu mendapat perbaikan adalah seberapa efektif penciptaan lapangan kerja tersebut dalam , dan seberapa sesuai antara kebutuhan masyarakat dengan lapangan pekerjaan yang tersdia. Bisa jadi perlu dilakukan perpindahan penduduk dari daerah yang kelebihan tenaga kerja ke daerah yang kekurangan tenaga kerja.
 
Daftar Pustaka :
N. Gregory Mankiw, Makro Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 2006), 154.
E. Karl Case dan Ray C. Fair, Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro, (Jakarta : PT. Indeks, 2004). 355.
Iskandar Putong, Economics Pengantar Mikro Dan Makro, (Jakarta:  Mitra Wacana Media, 2013). 426
Dornbusch, Rudiger dan Stanley Fischer, Ekonomi Makro. (Jakarta : Erlangga, 1997). 196.
Agus Joko Pitoyo dan M. Syahbudin Latief, dkk, Sumber Daya Manusia Tantangan Masa Depan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007). 200.
Zaini Ibrahim, M.Si, Pengantar Ekonomi Makro, (Serang: LP2M IAIN Banten, 2013).  111-112. 

Minggu, 23 Juni 2019

Permasalahan Pembangunan Ekonomi Daerah

Beberapa permasalahan dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu :
 
Perbedaan Sumber Daya Alam. Pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang minim SDA dapat dibenarkan, dalam arti sumber daya manusia dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, dan selanjutnya harus dikembangkan terus-menerus.
 
Kurang Lancarnya Perdagangan antardaerah. Kurang lancarnya perdagangan antara daerah (intra-trade) juga merupakan faktor yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional Indonesia. Tidak lancarnya intra trade  disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi.
 
Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah. Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapitas antardaerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hal ini karena perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar daerah. Menurut A. Lewis, jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi akan optimal dan akan tercapai untuk semua daerah sehingga menjadi lebih baik.
 
Kurang Meratanya Investasi. Ada korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, dengan kurangnya investasi di suatu daerah membuat pertumbuhan dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat di daerah tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.
 
Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri. Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Pertumbuhan ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi akan cenderung lebih pesat, sedangkan daerah yang konsentrasi ekonominya rendah ada kecenderungan tingkat pembangunan dan pertumbuhannya rendah.
 
Perbedaan Demografis. Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis antar daerah. Kondisi ini berpengaruh terhadap jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, kedisiplinan, dan etos kerja. Faktor-fator ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran. Menurut Janti (1997) dalam bukunya mengatakan bahwa membesarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran-pergeseran demografi.
 
Disebutkan juga disini bahwa masyarakat sudah jenuh dengan penderitaan mendalam, oleh karena itu tanda-tanda kebangkitan ekonomi selalu diikuti dengan harapan yang membumbung bahkan cenderung over ekspektasi kenyataan.

Daftar Pustaka :
Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia, Bogor : Ghalia Indonesia, 2011, hlm. 183.
Drs. Edy Suandi Hamid, Perekonomian Indonesia : Masalah dan Kebijakan Kontemporer, Yogyakarta: UII Press, 2000, hlm. 38.

Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

Pengawasan dan pengaturan oleh negara menjadi penting dalam rangka mencapai keseimbangan pertumbuhan. Pemerintah harus merencanakan pengawasan fisik dan langkah-langkah fiskal dan moneter. “Mengatasi perbedaan sosial dan menciptakan situasi psikologis, ideologis, sosial dan politik yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi merupakan tugas terpenting pemerintah.

Kebijakan pemerintah juga berkaitan secara langsung dengan penciptaan nilai mata uang serta menentukan harga agar tidak terjadi inflasi.

Peran pemerintah dalam membangun ekonomi daerah antara lain adalah sebagai berikut :
  1. Entrepreneur. Peran pemerintah daerah sebagai entrepreneur merupakan tanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis di daerahnya. Dalam hal ini pemerintah daerah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri dengan membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau bermitra dengan usaha swasta namun kegiatan usahanya tetap dalam pengendalian pemerintah daerah.
  2. Koordinator. Pemerintah daerah harus mampu bertindak sebagai koordinator dalam pembangunan ekonomi di daerahnya, yaitu melalui penetapan kebijakan-kebijakan atau mengusulkan strategi pembangunana ekonomi yang komprehensif bagi kemajuan daerahnya.
  3. Fasilitator. Pemerintah daerah dapat menjadi fasilitator dengan cara mempercepat pembangunan melalui perbaikan attitundinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya.
  4. Stimulator. Pemerintah daerah dapat berperan sebagai stimulant dalam penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan khusus yang dapat mempengaruhi dunia usaha untuk masuk ke daerah tersebut.
Daftar Pustaka :
Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta: Raja Grafindo, 2012, hlm. 431. 
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Yogyakarta : BPFE, 2004, hlm. 347.
Subandi, Ekonomi Pembangunan, Jakarta : AlfaBeta, 2012, hlm. 143-144.

Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah

Secara umum strategi pembangunan ekonomi adalah mengembangkan kesempatan kerja bagi penduduk yang ada dan bagaimana upaya untuk mencapai stabilitas ekonomi, serta mengembangan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam. Pembangunan ekonomi akan berhasil bila mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha. Secara garis besar strategi pembangunan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999) dapat dikelompokan menjadi empat yaitu:

1)  Strategi Pengembangan Fisik (Locality Or Physical Development Strategy). Secara khusus, tujuan strategi pembangunan fisik ini adalah untuk menciptakan identitas daerah/kota, memperbaiki pesona (amenity base) atau kualitas hidup masayarakat, dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antara lain :Pengendalian perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan untuk memperbaiki iklim investasi di daerah dan memperbaiki citra pemerintah daerah.
  • Pembuatan bank tanah (landbanking), dengan tujuan agar memiliki data tentang tanah yang kurang optimal penggunaannya, tanah yang belum dikembangkan, atau salah dalam penggunaannya, dan sebagainya.
  • Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh positif bagi dunia usaha, di samping menciptakan lapangan kerja.
  • Penataan kota (townscaping), dengan tujuan untuk memperbaiki sarana jalan, penataan pusat-pusat pertokoan, dan penataan standar fisik suatu bangunan.
  • Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik untuk merangsang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah.
  • Penyediaan infrastruktur seperti: sarana air bersih, listrik, taman, sarana parkir, tempat olahraga, dan sebagainya.
2) Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Bussines Development Strategi). Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam pembangunan ekonomi daerah, karena daya tarik, kreativitas atau daya tahan kegiatan dunia usaha merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat. Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antara lain:
  • Pembuatan informasi terpadu yang memudahkan masyarakat dan dunia usaha untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah.
  • Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha kecil perannya sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja.
  • Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha, melalui pengaturan dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha.
  • Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang). Lembaga ini diperlukan untuk melakukan kajian tentang pengembangan produk baru, teknologi baru, dan pencarian pasar baru.
  • Pembuatan sistem pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak ekonomis dalam produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap produk impor, serta sikap kooperatif sesama pelaku bisnis.
3) Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources Development Strategy). Strategi pengembangan sumber daya manusia merupakan aspek paling penting dalam proses pembangunan ekonomi. Pengembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan cara:
  • Pelatihan dengan sistem customized training, yaitu sistem pelatihan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan kerja.
  • Pembuatan bank keahlian (skillbanks), sebagai bank informasi yang berisi data tentang keahlian dan latar belakang orang yang menganggur.
  • Penciptaan iklim yang mendukung bagi perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dan keterampilan di daerah.
  • Pengembangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.
4) Strategi Pengembangan Masyarakat (Community-Based Development Strategy). Startegi  pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memberdayakan suatu kelompok masyarakat tertentu pada suatu daerah. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat sosial, contohnya dengan menciptakan proyek-proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau untuk memperoleh keuntungan dari usahanya.

Daftar Pustaka:
Subandi, Ekonomi Pembangunan, Jakarta : AlfaBeta, 2012, hlm. 138-140.

Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan daerah perlu dilaksanakan secara terpadu, selaras, dan seimbang serta diarahkan supaya pembangunan yang dilaksanakan di setiap daerah sesuai dengan apa yang diprioritaskan dan sesuai dengan potensi daerah yang dimiliki. Ada beberapa kata kunci mengenai pembangunan daerah yang terkandung dalam GBHN yaitu :
  1. Pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan potensi dari masing-masing daerah.
  2. Adanya keseimbangan pembangunan antardaerah.
Adanya kenyataan bahwa masing-masing daerah memiliki potensi yang berbeda-beda  baik alamnya, sumber daya manusianya, maupun kondisi demografisnya sehingga membuat ada daerah yang mempunyai potensi untuk berkembang dengan cepat dan sebaliknya, ada daerah yang kurang berkembang karena keterbatasan yang dimilikinya. Perbedaan ini menyebabkan peran pemerintah untuk mengaturnya supaya terjadi keseimbangan, keselarasan, dan keserasian perkembangan semua daerah.

Adapun pengertian dari pembangunan daerah yaitu pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di dalamnya baik dalam segi pendapatan, lapangan usaha, kesempatan bekerja, ataupun peningkatan indeks pembangunan manusia. Pembangunan ekonomi daerah memiliki tujuan, diantaranya adalah :
  1. Mengembangkan ragam budaya yang ada di daerahnya sehingga akan menjamin kelestarian budaya di antara budaya lainnya yang ada di Indonesia.
  2. Meningkatkan keadaan sosial daerahnya untuk mencapai kesejahteraan secara adil dan merata bagi seluruh masyarakat yang ada dalam daerah itu sendiri.
  3. Meningkatkan keadaan ekonomi daerah sehingga akan dapat mandiri untuk pelaksanaan pembangunan daerah.
  4. Membantu pemerintah pusat dalam memelihara kesatuan NKRI.
Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan sumber daya yang ada harus mampu menghitung potensi sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi daerahnya.

Di sini otonomi berusaha mendorong potensi daerah agar berkembang menurut preferensi daerah itu sendiri sesuai dengan kondisi fisik daerah dan aspirasi masyarakat daerah itu sendiri yang terus berkembang. Karena orang-orang daerahnya lah yang mengetahui potensi daerahnya dan yang mengetahui arah pembangunan yang hendak dilaksanakan.

Daftar Pustaka :
PrijonoTjiptoherijanto, Prospek Perekonomian Indonesia Dalam Rangka Globalisasi, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997, hlm. 45-46.
Subandi, Ekonomi Pembangunan, Jakarta: AlfaBeta, 2012, hlm. 133-134.
Faisal Basri dan Haris Munandar, Lanskap Ekonomi Indonesia, Jakarta : Prenada Media Group, 2009, hlm. 450.