Seminar Nasional Pasar Modal Syariah

Pemberian Cindramata Kepada Narasumber dari MUI Malang Bapak Drs. KH. Chamzawi M.HI.

Kuliah Tamu Manajemen

Bersama pimpinan manajemen dan pemateri kuliah tamu dengan tema menumbuhkan jiwa wirausaha yang kreatif, inovatif dan mandiri.

Ekonomi Kreatif

Narasumber dalam rangka Turba PCNU Kota Malang Tematik terkait ekonomi kreatif di MWC NU Lowokwaru Ranting Dinoyo

Seminar Nasional

Narasumber Seminar Nasional Economic Outlook, Prospects And Future Of The Indonesian Economy,(Bersama Ketua Komisi C DPRD tk 1 Jatim)di FE UNUSIDA Sidoarjo.

Penyuluhan UMKM

Narasumber Penyuluhan terkait administrasi sederhana UMKM di Desa Sutojayan Kabupaten Malang.

Jumat, 22 Februari 2013

Pemimpin harus memiliki jiwa Menggembalan (Angon)

Kita semua tahu bahwa seorang peternak atau seorang petani pasti dia memiliki suatu hewan atau tanaman yang di rawat atu dirumat dengan sebaik mungkin dimana mereka harus mampu memanagemeni apa yang dia miliki atau apa yang sedang dia kerjakan dengan cara yang sebaik mungkin agar bisa menghasilkan yang ternak atau tanaman yang unggulan, mulai dari memulai merawat, memberi makan, membersihkan, menanam, memupuk, menyirami, menjaga sampai menghasilkan yang terbaik. Artinya seorang pemimpin itu harus mampu memberikan yang terbaik untuk yang dipimpinnya, karena itu merupakan amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin.

Karakter menggembalakan memiliki makna mampu untuk menjadi pemimpin dalam lingkup yang sangat sederhana hingga yang luas, dimana menggembala artinya mampu untuk mengarahkan memberikan informasi yang bisa difahami, mampu memberikan perintah yang tepat dan ikut andil dalam hal yang diperintahkannya, terutama pemimpin harus mampu dan terus berfikir untuk kebaikan dan kesejahteraan apa yang dipimpinya artinya memberikan yang terbaik, kita coa renungkan ketika seorang angon bebek dia harus mampu mengarahkan untuk berjalan menuju ketempat yang akan dituju entah untuk mencari makan atau kembali kekandangnya dan pemilik selalu berada dibelakang sekawanan bebek tersebut dengan membawa kayu panjang, artinya pemimpin harus bisa memberikan arahan sehingga mampu mencapai tujuan bersama ketika ada yang salah harus bisa mengarahkan dan selalu mendampingi dari belakang artinya ada perhatian untuk selalu bertanya apakah ada kesulitan atau tidak yang sedang dikerjakan anggotanya sehingga ada keseimbangan antara tugas yang sedang dikerjakan oleh anggota dan pemimpin bisa mengarahkan jika ada kesulitan.

Begitu juga seperti halnya angon sapi atau kambing yang selalu ada didepan untuk berusaha menuntun atau menggerakkan ke arah yang dituju, atau kuda yang kadang diarahkan dengan cara menaikinya, atau ikan yang harus selalu di beri makan tanpa harun turun ke dalam air akan tetapi harus memperhatikan kondisi air yang ada di dalam kolam, atau petani yang sedang bercocok tanam dengan mengatur jarak antara tanaman satu dengan yang lainnya dan selalu memberikan pemupukan atau pengairan yang merata sehingga mampu menghasilkan kwalitas yang terbaik, atau angon-angon yang lain yang mana selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memelihara apa yang sedang di rawatnya dengan sebaik mungkin sehingga apa yang dipeliharanya menjadi sehat-sehat atau gemuk atau menghasilkan tanaman yang berkuwalitas dan menjadi hasil yang jumlahny banyak (kuantitas). 

Artinya pemimpin harus selalu berada di depan untuk selalu memberikan kebijakan dan berani mengambil keputusan-keputusan yang strategis, dan selalu mendampingi anggotanya untuk saling bermusyawarah guna memunculkan ide-ide yang bermanfaat untuk kepentingan bersama dan menjadi pertimbangan untuk mengambil keputusan. Pemimpin juga harus mampu mengawasi tanpa turun secara langsung dengan apa yang harus dilakukan oleh anggotanya akan tetapi selalu memberikan perhatian apa yang dibutuhkan atua diperlukan oleh anggotanya sehingga tujuan dapat tercapai dengan mudah dan lancar (tidak melepaskan begitu saja/masih diawasi jika ada yang dibutuhkan). 

Begitu juga pemimpin harus mampu untuk memberikan tugas antara yang satu dengan yang lain sesuai dengan keahlian yang dimiliki, sehingga tugas yang dikerjakan akan segera dan mudah untuk diselesaikan karena tugas dari anggotanya berbeda-beda sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (sesuai keahlian). Artinya pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dan keadilan yang seadil-adilnya (bukan sama rata melainkan sesuai dengan apa yang dikerjakan) tentang apa yang dipimpinnya sehingga akan mampu menciptakan rasa kenyamanan dalam suatu hal yang sedang dilaksanakan dan suasana seperti itu yang akan memberikan dampak yang positif antara satu dengan yang lain (yang dipimpin) sehingga tujuan yang akan dicapai bisa sangat mudah untuk digapai begitu juga akan menciptakan kekompakan yang utuh karena mampu menghasilkan kesejahteraan yang adil dan bijaksana. 

Semoga pemimpin-pemimpin dimanapun itu bisa menjadi pemimpin yang memiliki sikap adil dan bijaksana yang mampu membawa kepada kepentingan bersama tujuan bersama dan untuk kebaikan bersama bukan untuk dirinya sendiri (kepentingan pribadi) melainkan kepentingan umat (semua fihak) dan selalu memberikan yang terbaik dan selalu berusah semaksimal mungkin untuk membawa tujuan-tujuan dengan niat yang baik pula. Semoga sedikit gambaran yang mungkin perlu kita fahami bersama dan perlu kita refleksikan dimanapun kita berada dapat membawa manfaat amien.

By. Choir

Rabu, 20 Februari 2013

Air Kapur Dalam Gelas Bening Diskripsi Tentang Makna Sosial

Dalam kehidupan tentunya kita akan dihadapkan oleh bermacam-macam situasi dan kondisi, dalam artian kita  akan menjumpai dua sisi dari segi positif maupun negatif, kemudian tinggal kita mampu atau tidak? jeli atau tidak? menyadari atau tidak akan hal tersebut, ini semua di ilustrasikan dalam suatu air kapur yang berwarna putih keruh dimana kita coba letakkan air kapur tersebut kedalam gelas yang tidak memiliki warna melainkan bening kaca yang mana nampak dari luar ketika kita melihatnya, coba diamkan air tersebut beberapa menit apa yang anda lihat pasti anda akan menemukan dua sisi antara keruhnya air kapur yang mengendap di bagian bawah dan beningnya air yang berada di bagian atas.

Ini artinya bahwa semua hal yang kita hadapi memiliki dua sisi, positif dan negatif begitu juga dalam kehidupan kita akan selalu berhadapan dengan dua sisi tersebut, semua insan pasti punya sisi bening dan keruh seperti air yang di ilustrasikan. bagaimana kita menyikapi, bagaimana kita memfilter itu semua sehingga kita mampu untuk memilah sisi positif dan sisi negatif sehingga kita mampu untuk melakukan hal2 yang memang seharusnya kita lakukan dan sepantasnya kita lakukan, kita harus bisa berhadapan dengan siapapun bergaul dengan siapapun? darimanapun dia? dan siapapun dia ? punya jabatan apapun dia? golongan apapun dia? semua sama, ini artinya tidak ada batasan dalam bersosial dengan yang lain karena semua sama pasti punya sisi positif dan punya sisi negatif.

Coba renungkan diri anda sendiri pasti anda memiliki dua sisi tersebut dan akan tidak yakin jika anda memiliki 1 sisi saja mustahil, dari renungkan tersebut pastinya anda akan terus berfikir dan berfikir bagaiman cara untuk menghilangkan sisi (SIKAP) yang tidak anda sukai , mestinya denga cara berusaha memahami, menghilangkan sedikit demi sedikit, atau mungkin dihilangkan semua, semua orang pasti punya kelemahan dan jangan lupa semua orang pasti memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh yang lain ini berarti kita harus bisa bersinggungan dengan siapapun bergaul dengan siapapun mampu untuk merangkul siapapun mampu untuk menyatukan kebersamaan dalam suatu kehidupan yaitu kesatuan yang kita semua harapkan dengan didasari menfilter diri kita sendiri sebagai benteng atau pagar sehingga bisa mengambil sisi positifnya dan membuang sisi negatifnya. jika anda mampu untuk melakukan itu dan saya yakin semua orang pasti mampu untuk melakukan itu semua jika mau mencoba menerapkanny. 

Semoga kita seluruh rakyat Indonesia selalu bersatu walaupun selalu ada perbedaan dalam segala hal, itu merupakan renungan bagi kita kenapa selalu ada perbedaan? itu semua agar kita bisa berfikir untuk lebih maju lagi, agar kita bisa merespon solusi yang lebih cemerlang yang mampu dan bisa untuk diterima oleh semuanya.

By. Choir

Asiknya perbedaan pendapat dan menariknya perdebatan

Asiknya perbedaan pendapat dan menariknya perdebatan, saya kira itu yang dirasakan karena tanpa ada itu pasti tak ada nuansa-nuansa baru atau ide pemikiran yang lebih kreatif atau inovatif sehingga memunculkan hal baru yang diras itu perlu untuk dibangun sehingga dalam hal ini dalam berargumentasi itu wajib dan harus ada perbedaan dalam berpendapat dan harus ada perdebatan, karena dengan itu saya rasa akan ada keputusan-keputusan yang strategis untuk mewujudkan suatu tujuan yang sedang di bahas, sehingga mampu menyimpulkan suatu hal yang dirasa baik dan perlu untuk dilakukan tentunya dengan pertimbangan yang sangat dalam dan kompleks, makanya perlu adanya keserasian antara ide-ide yang konstruktif yang bermanfaat untuk mewujudkan tujuan bersama bukan tujuan satu fihak sehingga musyawarah untuk mufakat akan terlaksana dan hasilnya pasti memuaskan dan semua fihak pasti bisa memahami dan bisa menerima karena mufakat sedang berlangsung. 

Artinya perbedaan dalam hal berpendapat itu perlu ada dan harus ada, karena setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda-beda dan itu harus kita hargai tanpa melukai atau mencemooh bahkan mengabaikan, hal ini dimaksud untuk memberikan kesempatan semua orang yang ada didalam forum diskusi dan itu harus ditampung semua ide pendapat yang keluar dari setiap usulan dan itu mahal harganya, tanpa itu kita juga akan kesulitan untuk mencari jalan keluar dalam persoalan yang didiskusikan karena perlu adanya logika-logika yang memang dirasa penting dari berbagai fihak sehingga semua bisa saling memahami. 

Dalam perdebatan itu pastinya menarik dan itu bukti bahwa setiap orang mempunyai hak berpendapat dan semua orang wajib mendengarkan pendapat orang lain, karena dengan itu kita bisa berfikir untuk memutuskan atau menyimpulkan hal-hal yang perlu dilakukan yang jelas disertai alasan-alasan yang riil dan jelas sehingga bisa diterima oleh semua kalau dalam bahasa jawa "ben podo legowone". 

Oleh karena itu diskusi atau musyawarah untuk meraih mufakat harus terus dilakukan dikalangan apapun itu baik di masyarakat, lembaga, pendidikan, pesantren atau forum-forum apapun itu karena mampu membawa kepada kecerdasan dalam berfikir dan berlogika secara baik dan benar yang bermanfaat untuk semua disertai niat yang baik, semoga asyiknya berbeda pendapat dan menariknya perdebatan membawa kita semua lebih dewasa dan menyikapi semua hal terutama lebih menghargai pendapat antar sesama. 

Salam sukses for U all jangan takut berpendapat karena mungkin pendapatmulah yang dibutuhkan dan dinanti semua fihak. Moga manfaat amien..

By. Choir

Rakyat Panen Orasi Politik Calon Wakil Rakyat

Banyak yang orasi politik untuk menjadi calon wakil rakyat baik tingkat walikota atau gubernur, menebar janji-janji pada rakyat, dan rakyat menunggu janji itu. Rakyat hanya ingin sejahtera....

Yang perlu di benahi yaitu tentang penyediaan lapangan pekerjaan yang harus terus ditambah di berbagai sektor sehingga mampu menyerap dan mengurangi angka pengangguran, mendukung Usaha Kecil Menengah (terutama bantuan dana pengembangan daripemerintah) untuk terus berkembang karena itu merupakan sumber penghasilan masyarakat dan itu juga mampu menyerap tenaga kerja. 

Membuka lembaga pemberdayaan ketrampilan gratis bagi masyarakat sehingga masyarakat mempunyai ketrampilan sehingga masyarakat mampu membuka peluang usaha minimal bagi dirinya dan menyediakan tempat untuk menampung hasil ketrampilan untuk mempermudah mendistribusikan dalam hal pemasaran sehingga ada wadah yang bisa menyalurkan hasil karya maysrakat, selain itu wakil rakyat yang akan memimpin juga harus meningkatkan pelayanan2 umum terutama pelayanan kesehatan atau pelayanan yang dirasa penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. 

Untuk Calon Wakil Rakat jangan kau kecewakan rakyatmu jika kau ingin menjadi pimpinan maka kau adalah pelayan yang harus bisa melayani semua fihak atau golongan tanpa terkecuali bukan menomer satukan kepentingan pribadi.

Selasa, 19 Februari 2013

Biografi KH. Abdul Wahab Hasbullah

KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang sangat alim dan tokoh besar dalam NU dan bangsa Indonesia. Beliau dilahirkan di Desa Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888. silsilah KH. Abdul Wahab Hasbullah bertemu dengan silsilah KHM. Hasyim Asy’ari pada datuk yang bernama Kiai Shihah.

Semenjak kanak-kanak, Abdul Wahab dikenal kawan-kawannya sebagai pemimpin dalam segala permainan. Beliau dididik ayahnya sendiri cara hidup,seorang santri. Diajaknya shalat berjamaah, dan sesekali dibangunkan malam hari untuk shalat tahajjud. Kemudian K.H. Hasbullah membimbingnya untuk menghafalkan Juz Ammah dan membaca Al Quran dengan tartil dan fasih. Lalu beliau dididik mengenal kitab-kitab kuning, dari kitab yang paling kecil dan isinya diperlukan untuk amaliyah sehari-hari. Misalnya Kitab Safinatunnaja, Fathul Qorib, Fathul Mu'in, Fathul Wahab, Muhadzdzab dan Al Majmu'. Abdul Wahab juga belajar Ilmu Tauhid, Tafsir, Ulumul Quran, Hadits, dan Ulumul Hadits.

Kemauan yang keras untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya tampak semenjak masa kecilnya yang tekun dan cerdas memahami berbagai ilmu yang dipelajarinya. Sampai berusia 13 tahun Abdul Wahab dalam asuhan langsung ayahnya. Setelah dianggap cukup bekal ilmunya, barulah Abdul Wahab merantau untuk menuntut ilmu. Maka beliau pergi ke satu pesantren ke pesantren lainnya. Kemudian Abdul Wahab belajar di pesantren Bangkalan, Madura yang diasuh oleh K.H. Kholil Waliyullah.

Beliau tidak puas hanya belajar di pesantren-pesantren tersebut, maka pada usia sekitar 27 tahun, pemuda Abdul Wahab pergi ke Makkah. Di tanah suci itu mukim selama 5 tahun, dan belajar pada Syekh Mahfudh At Turmasi dan Syekh Yamany. Setelah pulang ke tanah air, Abdul Wahab langsung diterima oleh umat Islam dan para ulama dengan penuh kebanggaan.

Langkah awal yang ditempuh K.H. Abdul Wahab Hasbullah, kelak sebagai Bapak Pendiri NU, itu merupakan usaha membangun semangat nasionalisme lewat jalur pendidikan. Nama madrasah sengaja dipilih 'Nahdlatul Wathan' yang berarti: 'Bergeraknya/bangkitnya tanah air', ditambah dgngan gubahan syajr-syair yang penuh dengan pekik perjuangan, kecintaan terhadap tanah tumpah darah serta kebencian terhadap penjajah, adalah bukti dari cita-cita murni Kiai Abdul Wahab Hasbullah untuk membebaskan. belenggu kolonial Belanda.

Namun demikian, tidak kalah pentingnya memperhatikan langkah selanjutnya yang akan ditempuh Kiai Wahab, setelah berhasil mendirikan 'Nahdlatul Wathan'. Ini penting karena dalam diri Kiai 'Wahab agaknya tersimpan beberapa sifat yang jarang dipunyai oleh orang lain. Beliau adalah tipe manusia yang pandai bergaul dan gampang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tetapi, beliau juga seorang ulama yang paling tangguh mempertahankan dan membela pendiriannya. Beliau diketahui sebagai pembela ulama pesantren (ulama bermadzhab) dari serangan-serangan kaum modernis anti madzhab.

Bertolak dari sifat dan sikap Kiai Wahab itulah, maka mudah dipahami apabila kemudian beliau mengadakan pendekatan dengan ulama-ulama terkemuka seperti, K.H. A. Dachlan, pengasuh pondok Kebondalem Surabaya, untuk mendirikan madrasah 'Taswirul Afkar'. Semula 'Taswirul Afkar' yang berarti 'Potret Pemikiran' itu, merupakan kelompok diskusi yang membahas berbagai masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dan anggotanya juga terdiri atas para ulama dan ulama muda yang mempertahankan sistem bermadzhab. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1919, kelompok ini ditingkatkan statusnya menjadi madrasah 'Taswirul Afkar' yang bertugas mendidik anak-anak lelaki setingkat sekolah dasar agar menguasai ilmu pengetahuan agama tingkat
elementer.

Bertempat di Ampel Suci (dekat Masjid Ampel Surabaya), madrasah 'Taswirul Afkar' bergerak maju. Puluhan dan bahkan kemudian ratusan anak di Surabaya bagian utara itu menjadi murid 'Taswirul Afkar', yang pada saat itu (tahun-tahun permulaan) dipimpin K.H. A. Dachlan. Namun demikian, bukan berarti meniadakan kelompok diskusi tadi. Kegiatan diskusi tetap berjalan dan bahkan bertambah nampak hasilnya, berupa 'Taswirul Afkar'. Dan madrasah ini hingga sekarang masih ada dan bertambah megah. Hanya tempatnya telah berpindah, tidak lagi di Ampel Suci, tetapi di Jalan Pegirian Surabaya.

Hingga di sini Kiai Wahab telah berada di tiga lingkungan: Syarikat Islam (SI) berhubungan dengan H.O.S. Tjokroaminoto, Nahdlatul Wathan dengan K.H. Mas Mansur, dan Taswirul Afkar dengan K.H. A. Dachlan. Tiga lingkungan itu pun memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda. Tjokroaminoto lebih condong pada kegiatan politik; K.H. Mas Mansur lebih dekat dengan kelompok anti madzhab sedangkan K.H. A. Dachlan tidak berbeda dengan Kiai Wahab, yakni ulama yang mempertahankan sistem madzhab.

Dalam hubungannya dengan gerakan pembaruan itu, agaknya Kiai Wahab seringkali tidak dapat menghindari serangan-serangan mereka baik yang ada di SI maupun di K.H. Mas Mansur sendiri. Meski tujuan utamanya membangun nasionalisme, serangan-serangan kaum modernis seringkali dilancarkan hingga Kiai Wahab perlu melayaninya. Di sinilah mulai tampak perbedaan pendapat antara Kiai Wahab dengan K.H. Mas Mansur.

Peristiwa ini tampaknya sudah terbayang dalam pikiran Kiai Wahab, sehingga tidak perlu mempengaruhi semangat perjuangannya. Bahkan beliau bertekad untuk mengembangkan Nahdlatul Wathan ke berbagai daerah. Dengan K.H. Mas Alwi, kepala sekolah yang baru, Kiai Wahab membentuk cabang-cabang baru: Akhul Wathan di Semarang, Far'ul Wathan di Gresik, Hidayatul Wathan di Jombang, Far'ul Wathan di Malang, Ahlul Wathan di Wonokromo, Khitabul Wathan di Pacarkeling, dan Hidayatul Wathan di Jagalan.

Apa pun nama madrasah di beberapa cabang itu pastilah dibelakangnya tercantum nama 'Wathan' yang berarti 'tanah air'. Ini berarti tujuan utamanya adalah membangun semangat cinta tanah air. Dan syair 'Nahdlatul Wathan' berkumandang di berbagai daerah dengan variasi cara menyanyikannya sendiri-sendiri. Misalnya di Tebuireng, hingga tahun 1940-an syair tersebut tetap dinyanyikan para santri setiap kali akan dimulainya kegiatan belajar di sekolah. Dan setiap hendak menyanyikan syair tersebut, para murid santri diminta berdiri tegak sebagaimana layaknya menyanyikan lagu kebangsaan 'Indonesia Raya'.

Seperti telah disinggung, bahwa selain Kiai Wahab harus memperhatikan Nahdlatu1 Wathan dan juga keterlibatannya di SI, beliau juga tidak dapat membiarkan serangan-serangan kaum modernis yang dilancarkan kepada ulama bermadzhab. Lagi pula, serangan-serangan itu tidak mungkin dapat dihadapi sendirian. Sebab itu, pada tahun 1924, Kiai Wahab membuka kursus 'masail diniyyah' (khusus masalah-masalah keagamaan) guna menambah pengetahuan bagi ulama-ulama muda yang
mempertahankan madzhab.

Kegiatan kursus ini dipusatkan di madrasah 'Nahdlatul Wathan' tiga kali dalam seminggu. Dan pengikutnya ternyata tidak hanya terbatas dari Jawa Timur saja, melainkan juga ada yang dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan beberapa lagi dari Madura. Jumlah peserta kursus sebanyak 65 orang. Karena peserta begitu banyak, maka .Kiai Wahab meminta teman-temannya untuk membantu. Di antara teman-temannya yang bersedia mendampingi ialah KH. Bishri Syansuri (Jombang), KH. Abdul Halim Leuwimunding (Cirebon), KH. Mas Alwi Abdul Aziz dan KH. Ridlwan Abdullah keduanya dari Surabaya, K.H. Maksum dan K.H. Chalil keduanya dari Lasem, Rembang. Sedangkan dari kelompok pemuda yang setia mendampingi Kiai Wahab ialah: Abdullah Ubaid, Kawatan Surabaya, Thahir Bakri, dan Abdul Hakim, Petukangan Surabaya, serta Hasan dan Nawawi, keduanya dari Surabaya.

Dengan demikian, Kiai Wahab telah juga membangun pertahanan cukup ampuh bagi menolak serangan-serangan kaum modernis. Enam puluh lima ulama yang dikursus, agaknya dipersiapkan betul untuk menjadi juru bicara tangguh dalam menghadapi kelompok pembaru, sehingga dalam perkembangan berikutnya, ketika berkobar perdebatan seputar masalah 'khilafiyah' di beberapa daerah, tidak lagi perlu meminta kedatangan Kiai Wahab, tapi cukup dihadapi ulama-ulama muda peserta kursus tersebut.

Pada saat pemimpin-pemimpin Islam mendapat undangan dari Raja Hijaz lalu membentuk Komite Khilafat, K.H. Abd. Wahab Hasbullah mengusulkan agar delegasi ke Makkah menuntut dilindunginya madzahibul arba' ah di Makkah - Madinah. Dan setelah mengetahui usulnya kurang diperhatikan oleh tokoh-tokoh SI dan Muhammadiyah, lalu KH. Abd. Wahab atas izin KH.Hasyim Asy' ari membentuk Komite Hijaz untuk mengirim delegasi sendiri ke Makkah - Madinah. Dan Komite Hijaz inilah yang kemudian melahirkan JAM’IYAH NAHDLATUL ULAMA, sehingga kehadiran NU tidak dapat dilepaskan dari perjuangan K.H. Abd. Wahab Hasbullah.

Demikianlah selintas pintas riwayat K.H. Abdul Wahab Hasbullah dalam menegakkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia dalam rangka mengusir penjajah di tanah tercinta Indonesia. Di samping itu beliau seorang tokoh besar Islam terutama dalam mempertahankan kebenaran madzhab dari serangan kaum yang menyebut dirinya modernis Islam.

Sumber: Biografi KH. Abdul Wahab Hasbullah

Minggu, 17 Februari 2013

Manajemen Produksi Ala Pengusaha Rumahan

Dalam aplikasi kegiatan produksi yang dilakukan oleh pengusaha rumahan sebut saja Perusahaan Industri Rumah Tangga dimana banyak hal yang memang perlu diamati dan dicermati, yang perlu dipersiapkan oleh para pengusaha yaitu ketersediaan bahan baku dimana dalam hal ini perlu dipersiapkan dengan perhitungan yang memang harus ditata sedemikian rupa sehingga bisa mencukupi hasil produksi barang mentah menjadi barang jadi, dan bisa menghasilkan suatu produk yang diharapkan sesuai dengan yang diharapkan dan itu berlaku di produk apa saja semisal makanan harus memenuhi komposisi stadart bahan baku pilihan yang sebelumnya harus selektif dengan kwalitas yang terbaik dan menghasilkan produk yang terbaik.

Dalam pemilihan bahan baku memang harus cermat karena akan berdampak pada hasil produksi yang memuaskan atau tidak, dalam hal ini produsen benar-benar memilih bahan baku yang tidak membahayakan bagi kesehatan dan harus memiliki nilai gizi atau manfaat untuk kesehatan dimana kandungan-kandungan gizi yang ada dalam bahan baku tersebut juga harus difahami sebagai dasar atau acuan untuk memproduksi makanan, dalam hal ini produsen harus mempertimbangkan faktor kesehatan konsumen dan tidak ngawur dalam memilih bahan baku, biasanya bahan baku yang bagus juga memiliki harga yang juga sesuai dengan kwalitas yang di harapkan dan itu pasti berdampak pada harga produk jadi yang memiliki harga lebih mahal dibanding dengan produk yang sama dan itu tidak usah dipermasalahkan bagi para produsen, karena produsen tidak lagi menjual produk dengan harga murah akan tetapi produsen cenderung menjual kwalitas produk yang dihasilkan dan itu lebih mahal dan saya yakin konsumen menyukai produk yang memiliki kwalitas terbaik walaupun harga lebih mahal.

Pemilihan bahan baku juga bisa dilakukan di selain produk selain makanan, seperti produk-produk yang biasanya dipakai sehari-hari, karena dengan bahan baku yang kwalitasnya bagus akan menghasilkan barang produksi yang memiliki kwalitas yang bagus pula artinya barang produksi yang kita pakai terasa lebih nyaman dan tidak mudah rusak.

Selain bahan baku juga dalam hal produksi barang mentah menjadi barang jadi perlu juga ketrampilan atau skill dalam proses pembuatan atau pengolahan menjadi barang jadi karena itu juga berdampak pada hasil barang yang diproduksi, jadi perlu adanya SDM atau sumber daya manusia yang memang bisa dan tahu tata cara pembuatan yang baik dan benar dan itu perlu adanya latihan (Training Skills) khusus yang semua orang pasti bisa melakukannya asalkan dia mau berusaha semaksimal mungkin untuk mempelajari tehnik pembuatan produk dan itu bisa diaplikasikan oleh semua orang yang mau dan ingin untuk memproduksi.

Dalam memproduksi barang perlu adanya ketelatenan keuletan dan harus berani mencoba, karena banyak hal yang akan diperoleh terutama kesulitan-kesulitan atau hambatan yang akan dihadapi dan itu akan selalu ada dan harus dihadapi bahkan juga produk gagal artinya kita akan selalu mengalami hal itu dan jangan pernah berputus asa karena barang yang dihasilkan itu tidak menghasilkan produk atau gagal (rugi), artinya dari sini anda mulai mengenal dan mulai memahami kenapa produksi yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan, sehingga memunculkan pemikiran atau ide-ide baru tentang tehnik atau tata cara atau komposisi yang perlu diramu dan diracik sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kwalitas produk yang terbaik dan itu tidak hanya dicoba sekali saja dan berhenti (sia-sia) melainkan harus terus dicoba-dicoba sampai hasil, dari kegagalan tersebut anda belajar untuk menjadi sukses menjadi orang yang terus berfikir dan selalu mengevaluasi apa yang salah dengan proses produksi sehingga anda benar-benar memahami proses dari awal hingga akhir (produk jadi) dengan baik.

Oleh karena itu beranilah untuk mencoba dan mencoba dan hadapilah kegagalan karena tanpa kegagalan anda tidak akan tahu apa-apa dan kesuksesan tanpa kegagalan adalah hampa. Beranilah untuk berkarya untu menyongsong masa depan yang lebih mandiri. Salam sukses untuk semua semoga bermanfaat amien.

By. Choir

Sabtu, 16 Februari 2013

KISAH SUKSES BOB SADINO

KISAH SUKSES BOB SADINO

Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.




Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.

Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya
sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.


Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.

Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.

Anak Guru

Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.

Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.

Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”

Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.

”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.

Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.

Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari - Biografi

Nama lengkapnya adalah Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari. Ia lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648 H/1250 M, dan meninggal di Kairo pada 1309 M. Julukan Al-Iskandari atau As-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.

Sejak kecil, Ibnu Atha’illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibnu Ali Al-Anshari Al-Mursi, murid dari Abu Al-Hasan Al-Syadzili, pendiri tarikat Al-Syadzili. Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai Mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarikat Al-Syadzili.

Ibnu Atha'illah tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab Al-Hikam. Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibnu Ibad Ar-Rasyid-Rundi, Syaikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibnu Ajiba.

Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath Al-Tadbir, Unwan At-Taufiq fi’dab Al-Thariq, Miftah Al-Falah dan Al-Qaul Al-Mujarrad fil Al-Ism Al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syekhul Islam ibnu Taimiyyah mengenai persoalan tauhid.

Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibnu Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara Ibnu Atha'illah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.

Ibnu Atha'illah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.

Ia dikenal sebagai master atau syekh ketiga dalam lingkungan tarikat Syadzili setelah pendirinya Abu Al-Hasan Asy-Syadzili dan penerusnya, Abu Al-Abbas Al-Mursi. Dan Ibnu Atha'illah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat Syadziliyah tetap terpelihara.

Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarikat saja. Buku-buku Ibnu Atha'illah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas mazhab dan tarikat, terutama kitab Al-Hikam.

Kitab Al-Hikam ini merupakan karya utama Ibnu Atha’illah, yang sangat populer di dunia Islam selama berabad-abad, sampai hari ini. Kitab ini juga menjadi bacaan utama di hampir seluruh pesantren di Nusantara.

Syekh Ibnu Atha’illah menghadirkan Kitab Al-Hikam dengan sandaran utama pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Guru besar spiritualisme ini menyalakan pelita untuk menjadi penerang bagi setiap salik, menunjukkan segala aral yang ada di setiap kelokan jalan, agar kita semua selamat menempuhnya.

Kitab Al-Hikam merupakan ciri khas pemikiran Ibnu Atha’illah, khususnya dalam paradigma tasawuf. Di antara para tokoh sufi yang lain seperti Al-Hallaj, Ibnul Arabi, Abu Husen An-Nuri, dan para tokoh sufisme falsafi yang lainnya, kedudukan pemikiran Ibnu Atha’illah bukan sekedar bercorak tasawuf falsafi yang mengedepankan teologi. Tetapi diimbangi dengan unsur-unsur pengamalan ibadah dan suluk, artinya di antara syari’at, tarikat dan hakikat ditempuh  dengan cara metodis. Corak Pemikiran Ibnu Atha’illah dalam bidang tasawuf sangat berbeda dengan para tokoh sufi lainnya. Ia lebih menekankan nilai tasawuf  pada ma’rifat.

Adapun pemikiran-pemikiran tarikat tersebut adalah: Pertama, tidak dianjurkan kepada para muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan,  dan kendaraan yang layak dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah dan mengenal rahmat Illahi. 

"Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur. Dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya," kata Ibnu Atha'illah.

Kedua, tidak mengabaikan penerapan syari’at Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf hampir searah dengan Al-Ghazali, yakni suatu tasawuf yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengarah kepada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs), serta pembinaan moral (akhlak), suatu nilai tasawuf yang dikenal cukup moderat.

Ketiga,  zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati selain daripada Tuhan. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. "Semua itu hanyalah permainan (al-la’b) dan senda gurau (al-lahwu) yang akan melupakan Allah. Dunia semacam inilah yang dibenci kaum sufi," ujarnya.

Keempat,  tidak ada halangan bagi kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimiliknya. Seorang salik boleh mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia. Seorang salik, kata Atha'illah, tidak bersedih ketika kehilangan harta benda dan tidak dimabuk kesenangan ketika mendapatkan harta.

Kelima, berusaha merespons apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik.

Keenam, tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah. Bagi Syekh Atha'illah, tasawuf memiliki empat aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, senantiasa melakukan perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sunguh-sungguh.

Ketujuh, dalam kaitannya dengan ma’rifat Al-Syadzili, ia berpendapat bahwa ma’rifat adalah salah satu tujuan dari tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan; mawahib, yaitu Tuhan memberikannya tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberi anugerah tersebut; dan makasib, yaitu ma’rifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras seseorang, melalui ar-riyadhah, dzikir, wudhu, puasa ,sahalat sunnah dan amal shalih lainnya.

Jangan bangun 10 tahun dari sekarang dan baru menyadari

Jangan bangun 10 tahun dari sekarang dan baru menyadari, bukan hidup seperti ini yang ingin anda jalani.... mari kita mencoba berfikir hendak jadi apa kita 5 tahun 6 tahun 7 tahun atau 10 tahun kedepan nanti... coba kita renungkan hal ini..... sungguh penting hal ini kita renungkan karena kita harus bisa menentukan suatu tujuan hidup..... akan jadi apa anda 10 tahun kedepan...? pertanyaan itu simpel tapi sulit ketika kita membayangkan...... mulailah dari sekarang bahwa anda memiliki suatu tujuan hidup.... yang memang benar-benar anda inginkan.....


Bisa-bisa anda bangun 10 tahun dari sekarang dan baru tersadar, kehidupan yang anda miliki bukanlah kehidupan yang anda miliki bukan kehidupan yang anda inginkan.......mari kita mencoba untuk melatih suatu ketrampilan dalam hal komunikasi.... memang mudah kalo kita tahu tentang komunikasi.... pasti kita mengatakan itu hal yang mudah..... tapi.... yang perlu kita pahami disini.... kita mecoba untuk....melatih suatu ketrampilan atau skill dalam hal berkomunikasi..... dan tentunya memiliki pengelolaan yang baik tentunya.... bagaimana kita harus berkomunikasi dengan orang lain dari berbagai... kalangan... tentunya ada suatu skill komunikasi yang harus terus kita kembangkan... dan trus kita perbaiki.... apa sudah pantas atau sudah tepat dalam hal berkomunikasi tentunya ada suatu etika dalam hal komunikasi...

Mari kita mencoba bersama2 dalam hal ini.....dan mari kita tentukan arah tujuan hidup kita... karena tanpa ada arah tujuan kita.... seolah kita terbaang diudara tapi tidak tahu kemana akan mendarat...... dilandasan mana kita akan turun...?tapi kalo kita tahu arah tujuan hidup kita.... tentu ada suatu perencanaan yang matang....tindakan yang nyat.... pengevaluasian yang berkelanjutan.... tujuan itu sendiri.... hal ini bisa kita capai... jika kita mau mencoba.... beriktiar dan berdo'a kepada yang MAHA KUASA ALLAH SWT, semoga... kita berhasil dan succes... amien...........

BERFIKIR APLIKASI POTENSI DIRI?????????????

Aplikasikan dari apa yang kamu dapat terutama menggali potensi diri anda sendiri yang ternyata anda punya...akan tetapi anda belum tahu dan itu harus anda ketahui.......... ingat semua hal pasti mampu dan bisa kita serap dan aplikasikan hanya saja kita mau atau tidak, berani atau tidak, berusaha keras atau tidak.... itu semua hanya suatu pilihan.... yang hanya membawa kita kedalam kegundahan kebingungan atau kelinglungan dalam mental berfikir kita........ 


Ayolah buktikan dan tunjukan kalo kita semua harus mau, berani dan berusaha keras untuk mewujudkan itu semua tentunya disertai dengan pemikiran yang matang disertain suatu perencanaan yang proporsional tentunya dengan tindakan untuk mengaplikasikan itu semua dngan niat dan ketulusan yang baik..... dan ada hal yang wajib... kita lakukan berdoa agar semua berjalan dengan lancar.... 

Terus mau menunggu apalagi... esok kah seminggu lagi kah.... atau sebulan lagi....?wah wah wah sayang seribu sayang kalo kita harus menunda nunda.... tunggu apalagi !!!!...ya.... sekarang ini.... detik ini.... mulailah untuk mencoba..... karena kamu akan tahu..... ooooo ternyata..... bisa...... berarti kita semua ini mampu dan bisa.... memang metal berfikir harus kita latih.... dan selalu kita latih..... kepekaan disekitar kita harus bisa kita tafsirkan.... banyak pengharapan2 disekitar kita.... apa kita harus diam begitu saja... ayolah.... coba kita berfikir.. bagaimana pengaharapan2 disekitar kita bisa kita membantu untuk menjadi perantara untuk mewujudkan.... dengan potensi yang kita miliki... kalau anda sudah mengetahuinya... aplikasikan.... anda pasti bisa dan sanggup, selamat berfikir dan mengaplikasikan apa yang anda fikirkan dari manfaat potensi diri anda... disertai do'a....
good luck.... semoga bermanfaat.......

Tahun 2013 (1 Januari) sedikit Refleksi

Tahun 2013 (1 Januari) sedikit Refleksi hehehehe......... ngobrol dengan orang desa berbincang bincang dengan kata yang sederhana sekali dan itu luar biasa "alon alon biar gak kaget" ini menurut saya adalah suatu falsafah yang perlu kita fikirkan bahwa semua hal memang harus dilakukan dengan pertimbangan kemampuan atau kompetensi yang di miliki sehingga tidak menjadikan beban baik bagi diri kita pribadi maupun yang lain intinya perlu adanya strategi dan gambaran kedepan dengan pertimbangan adanya suatu resiko yang mungkin tidak difikirkan.


Kedua orang desa juga mengatakan "wong seng paling sugeh itu wong seng sehat" ini juga merupak hal yang harus selalu kita renungkan dan kita fikirkan bahwa kesehatan itu adalah kenikmatan yang diberikan kepada semua orang sehingga mampu untuk beraktifitas dan berfikir diberbagai hal yang selama ini kita lakukan untuk mencapai suatu tujuan, tentunya itu menjadi hal yang sangat urgent penting untuk selalu mensyukuri atas kenikmatan yang telah diberikan kepada kita dengan melakukan kegiatan yang sebaik mungkin dan bermanfaat buat yang lain paling tidak untuk diri sendiri tanpa merugikah fihak lain.

Intinya selalu syukuri apa yang kamu miliki dan menjadilah yang terbaik dan manfaat untuk yang lain, dengan kenikmatan itu maka ucapkan Alhamdulillah......(pertanyaannya sudahkan ada mengucapka Alhamdulillah setiap detik, menit, jam, atau hari jika sudah luar biasa buat anda jika belum ayo bersama-sama ucapkan Alhamdulillah.... diriyadhohi ker... ben istiqomah amien....)

Biografi Syekh Abdul Qadir Jaelani

 
Beliau adalah tuan kita, teladan dari semua wali terbaik, papan arah menuju arah yang benar, beliau adalah poros ketuhanan (Qutub Rabbani), nama lengkap beliau adalah Abu Shalih Sayyidi ‘Abdul Qadir bin Musa bin ‘Abbdullah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa al-Jun bin ‘Abdullah al-Mahdhi bin al-Hasan al-Musatanna bin al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Beliau yang terkenal dengan nama ‘Abdul Qadir al-Jailani. Beliau lahir pada tahun 470 H, dan wafat pada tahun 561 H. dimakamkan di Baghdad.
 
Ibu beliau adalah Ummul Khair (dalam bahasa arab berarti ibu kebaikan), ia pernah berkisah: “Ketika aku melahirkan ‘Abdul Qadir al-Jailani, dia tidak mau menyusu ke puntingku selama siang hari bulan Ramadhan. Bulan baru Ramadhan suatu kali tertutup awan sehingga orang-orang datang kepadaku dan bertanya tentang ‘Abdul Qadir al-Jailani, maka aku katakan kepada mereka, bahwa ‘dia tidak menyusu pada puntiingku hari ini.’ Hal itu kemudian menjadi isyarat yang jelas bahwa hari itu adalah awal Ramadhan.”
 
Kabar tersebut lalu menyebar luas, bahwa seorang bocah (‘Abdul Qadir al-Jailani) lahir dengan membawa berbagai kemuliaan (keajaiban), dan bahwa ia adalah bayi yang tidak mau menyusu di siang hari Ramadhan. Dan dikabarkan pula, bahwa sang Ibunda mengandungnya ketika berusia 16th. Dikatakan bahwa, tidak mungkin ada gadis 16th bisa hamil kecuali dia perempuan Quraisy, dan tidak ada gadis 16th yang bisa punya anak kecuali dia pasti orang Arab.
 
Ketika ‘Abdul Qadir al-Jailani lahir, sang bayi disambut oleh tangan-tangan keanugerahan yang agung, dan sang bayi diliputi oleh cahaya petunjuk di belakangnya maupun di depannya.
 
Ketika ‘Abdul Qadir al-Jailani berusia 5th, sang ibu mengirimkannya ke sebuah madrasah lokal di Jilan. Beliau menuntut ilmu di madrasah tersebut hingga berumur 10th. Selama belajar di madrasah tersebut, beberapa peristiwa menakjubkan terjadi. Setiap kali ‘Abdul Qadir al-Jailani akan memasuki madrasah, beliau melihat sosok-sosok bercahaya  yang berjalan di depanya sambil berkata, “Beri jalan untuk Wali Allah!” Dan ketika beliau pernah ditanya kapan beliau mengetahui bahwa dirinya menerima walayah (pangkat kewalian), beliau menjawab, “Ketika aku berusia sepuluh tahun, kulihat para malaikat berjalan mengiringiku dalam perjalanan menuju madrasah, dan mereka selalu berkata, “Beri jalan untuk Wali Allah.” Kejadian itu terus menerus berulang sampai aku paham bahwa aku dianugerahi walayah.”
 
Berpisah dengan Sang Bunda
Adalah Syekh Muhammad bin Qa’id al-Awani yang berkata, bahwa al-Jailani muda meminta izin kepada sang Bunda untuk pergi ke Baghdad menimba ilmu, beliau berkata “Bunda, berilah aku kesempatan untuk menuju Allah Swt. Izinkan aku pergi ke Baghdad, di mana aku akan berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan di sana aku akan bertemu dengan orang-orang shalih.” Sang Bunda menangis mendengar beliau akan pergi, kemudian masuk ke dalam kamar dan mengambil uang sebanyak delapan puluh dinar. Uang itu adalah warisan dari ayahanda beliau. Kemudian sang Bunda memasukkan uang tersebut ke dalam saku beliau empat puluh dinar, dan sisanya dimasukkan ke saku baju mantel beliau. Sang Bunda meminta beliau berjanji untuk selalu berlaku jujur dalam keadaan apapun. Ketika sang Bunda mengantar beliau sampai di depan pintu rumah, sang Bunda mengucapkan selamat tinggal dan berkata, “Anakku, pergilah, karena aku telah melepaskan engkau demi mencari Allah. Aku tahu, mungkin aku tidak akan bertemu lagi dengan wajahmu hingga hari kebangkitan kelak.” Maka pergilah beliau menuju Baghdad.
 
Sejarah hidup beliau terus berlanjut sampai akhirnya beliau menetap di Baghdad, dan waktu itu umur beliau 18th. Pada masa itu, khalifah yang berkuasa di Baghdad adalah al-Mustazhir. Ketika beliau akan memasuki kota Baghdad, beliau dihadang oleh al-Khidir sembari berkata kepadanya, “Aku tidak akan pernah mengizinkan kamu masuk ke kota Baghdad sampai tujuh tahun ke depan.” Beliau akhirnya tinggal di pinggiran sungai tigris selama tujuh tahun dengan hanya memakan dedaunan dari jenis yang boleh dimakan sampai suatu kali leher beliau berubah warna menjadi hijau.
 
Pada suatu malam beliau mendengar suara yang mengatakan, “Wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani, sekarang masuklah ke Baghdad.” Setelah mendengar suara itu, beliau segera memasuki Baghdad. Malam itu cuaca sangat dingin dan hujan, maka ‘Abdul Qadir al-Jailani mendekati zawiyah (pondokan sufi) Syekh Hammad bin Muslim ad-Dabbas. Akan tetapi, Syekh Hammad berkata kepada muridnya, “Kuncilah pintu zawiyah, tetapi buatlah cahaya lampu tetap menyinari ke arah luar zawiyah.”
 
‘Abdul Qadir al-Jailani hanya duduk di samping pintu, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan kantuk kepadanya hingga beliau tertidur. Saat terbangun, beliau dalam keadaan hadats besar (mimpi basah), maka dengan segera beliau mandi besar. Kemudian Allah ta’ala menurunkan kantuk lagi kepada beliau, dan beliau pun tertidur lagi. Saat bangun, beliau hadats besar lagi, lalu beliau segera mandi besar lagi. Demikian itu terjadi berulang-ulang hingga 17 kali. Akhirnya, ketika fajar menyingsing, pintu zawiyah terbuka dan ‘Abdul Qadir al-Jailani melangkah masuk.
 
Syekh Hammad ad-Dabbas segera melangkah maju menyambut beliau, lalu memeluk erat beliau, dan memberi beliau rangkulan yang hangat. Airmata menetes di pipi Syekh al-Dabbas sembari ia berkata, “Oh anakku, ‘Abdul Qadir al-Jailani, hari ini adalah tanggungjawab kami di sini (zawiyah ini), jika nanti kamu telah memegangnya, maka bimbinglah si tua yang rambutnya telah memutih ini.”
 
Para Guru Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani
‘Abdul Qadir al-Jailani memperoleh latihan spiritual di Baghdad dari dua sufi terbesar di zaman itu,  Syekh Sayyid Abu al-Khair Hammad bin Muslim ad-Dabbas dan Syekh Qadhi Abu Sa’id Mubarak al-Makhzumi. Meskipun beliau memperoleh banyak berkah dari kedua guru tersebut, namun beliau belum memberi baiat alias menduduki posisi mursyid.
 
Kemudian beliau menjadi murid Syekh Qadhi Abu Sa’id Mubarak al-Makhzumi sekaligus bergabung dalam halaqah dan tarekatnya. Syekh Qadhi Abu Sa’id al-Makhzumi menunjukkan rasa cintanya yang sangat besar terhadap murid istimewanya ini, dan memberkahinya dengan mutu-manikam spiritualis dan tasawuf. Suatu kali ‘Abdul Qadir al-Jailani dan para murid yang lain sedang duduk bersama dengan Syekh, kemudian Syekh meminta ‘Abdul Qadir al-Jailani untuk pergi mengambil sesuatu. Setelah ia pergi, Syekh al-Makhzumi  berkata kepada murid-muridnya yang lain, “Suatu hari nanti, kaki pemuda itu akan menginjak tengkuk semua Auliya’ (para wali Allah).”
 
Setelah beberapa waktu tinggal di Baghdad, ‘Abdul Qadir al-Jailani mengikuti pendidikan di Jami’ah Nizhamiyah yang tersohor sebagai pusat pendidikan dan ilmu keruhanian di dunia Islam. ‘Abdul Qadir al-Jailani menuntut ilmu dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Di antara guru-guru beliau yang memberikan ilmu Qira’at, Tafsir, Hadits, Fiqih, Syari’at, dan Tarekat adalah: Abul Wafa’ ‘Ali bin ‘Aqil, Abu Zakaria Yahya bin ‘Ali at-Tabrizi, Abu Sa’id bin ‘Abdul Karim, Abul Ana’im Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad, Abu Sa’id bin Mubarak al-Makhzumi, dan Abul Khair Hammad bin Muslim ad-Dabbas.
 
Dalam bidang adab salah satu guru beliau yang merupakan seorang ‘Alim besar pada masa itu ialah al-‘Allamah Zakariya at-Tabrizi. Dan dalam bidang Fiqih dan ushul Fiqih guru-guru beliau adalah: Syekh Abul Wafa’ bin ‘Aqil al-Hanbali, Abul Hasan Muhammad bin Qadhi Abul Ula, Syekh Abul Khatab Mahfuzh al-Hanbali, dan Qadhi Abu Sa’id al-Mubarak bin Ali al-Makhzumi al-Hanbali. Dalam bidang Hadits, beliau menerima ilmu dari para ulama sebagai berikut: Sayyid Abul Barakat Thalhah al-Aquli, Abul Ana’im Muhammad bin ‘Ali bin Maimun al-Farsi, Abu ‘Uthman Isma’il bin Muhammad al-Ishbihani, Abu Ghalib Muhammad bin Hasan al-Baqillani, Abu Muhammad Ja’far bin Ahmad bin al-Husaini, Sayyid Muhammad Mukhtar al-Hasyimi, Sayyid abu Manshur ‘Abdur Rahman al-Qaz’az, dan Abul Qasim ‘Ali bin Ahmad Ban’an al-Karghi. Setelah menempuh pendidikan dengan tekun, ‘Abdul Qadir al-Jailani lulus dari Jami’ah Nizhamiyah. Pada masa itu tidak ada satupun ‘Alim di muka bumi yang lebih faqih dan saleh dibandingkan dengan ‘Abdul Qadir al-Jailani.
 
Belajar kepada al-Khidir
Abu as-Sa’ud al-Huraimi mengisahkan, aku suatu kali mendengar tuan kami Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani berkata: “Aku tinggal di kawasan padang gersang Irak selama 25th, sebagai pengembara terasing. Aku tidak tau apa dan siapa saja makhluk yang mengikutiku, dan mereka juga tidak ingin tau aku. Yang selalu mengunjungiku adalah manusia-manusia dari alam gaib (rijal al-Ghaib), sebangsa jin. Aku biasa mengajari mereka tentang jalan menuju Allah Swt. (tarekat).”
 
Aku juga dipertemukan dengan al-Khidhir a.s. ketika aku memasuki kota Irak untuk kali pertamanya, meskipun waktu itu aku tidak tau siapa dia sebenarnya, dan dia pernah berkata kepadaku bahwa aku tidak boleh menentangnya. Ketika kami mencapai sebuah kawasan, dia berkata kepadaku, “Duduklah dan tinggallah di sini,” maka aku duduk dan tinggal di tempat itu sebagaimana dia memerintahkanku. Selama kurun waktu tiga tahun penuh, dia akan datang kepadaku setiap tahunnya, dan dia berkata kepadaku, “Tetaplah tinggal di situ sampai aku kembali.” Segala pesona dunia serta daya tariknya selalu datang kepadaku dalam berbagai bentuk dan tipu muslihat. Setan-setan juga mendatangiku dalam berbagai wujud serta mengoda dengan keahliannya. Tidak sedikit dari setan-setan itu yang terlibat perkelahian denganku, tetapi Allah subhanahu wa ta’ala selalu menguatkanku dalam menghadapi mereka.
 
Aku tinggal selama waktu yang lama di kawasan-kawasan gersang kota-kota Irak. Aku memaksa jiwa rendahku untuk melakukan tugas-tugas berat melalui metode disiplin spiritual. Kemudian aku menghabiskan waktu selama satu tahun dengan hanya makan dari sisa-sisa sampah tanpa minum air sedikitpun, kemudian selama satu tahun berikutnya sambil minum air. Kemudian selama satu tahun penuh dengan hanya minum air, tetapi tanpa menyantap apapun, dan di tahun berikutnya aku  tidak minum, tidak juga makan, dan tidak tidur sama sekali. Aku juga bermukim selama beberapa tahun di kawasan gersang nan tandus di sebuah daerah pinggiran kuno kota Baghdad, di mana satu-satunya sumber makananku adalah dedaunan lontar. Pada setiap awal tahun, seseorang akan datang kepadaku dengan mengenakan jubah yang terbuat dari wol.
 
Aku sudah memasuki seribu lebih kondisi wujud yang berbeda-beda, dengan tujuan untuk membebaskan diri dari dunia milik kalian ini, dan keadaan yang menimpaku itu hanya dapat dipandang sebagai bentuk ketololan, kegilaan, dan ketidakwarasan. Aku biasa berjalan tanpa alas kaki, melewati onak duri, kerikil tajam, dan tempat-tempat berbahaya sejenisnya. Tidak pernah sekalipun jiwa rendahku menang atas diriku, tidak juga ada satupun kemilau dunia yang mampu mengodaku”.
 
Ujian dari al-Khidir
Beliau, al-Khidhir, datang kepadaku untuk memberikan suatu ujian, sebagaimana ia telah menguji para wali-wali Allah yang lain sebelumku. Dia menyingkap kepadaku rahasia dari wujudnya dengan cara menampakkan wawasan menuju materi-materi yang aku dapatkan bersamanya, kemudian aku berkata kepadanya, “Wahai Khidhir, jika benar engkau pernah berkata pada Musa a.s. (kamu tidak akan pernah dapat bersabar bersamaku), maka sekarang aku akan katakan kepadamu, “Wahai Khidhir, bahwa kamu tidak akan pernah bersabar bersamaku, kamu seorang Israili, sementara aku adalah seorang Muhammadi, inilah kita, kamu dan aku, dan ini adalah bola polonya, celanaku masih terikat kuat dan pedangku belum disarungkan.”
 
Anugerah Jubah Sufi
Beliau juga berkata, “Selama sebelas tahun aku membetahkan diriku tinggal direruntuhan benteng yang saat ini disebut menara Persia. Tempat itu menjadi pemukiman panjangku. Di tempat itu aku membuat perjanjian dengan Allah Swt. bahwa aku tidak akan pernah makan sampai akhirnya ada yang menyediakan makanan buatku, dan aku tidak akan pernah minum sampai ada yang memberiku sarana untuk memuaskan dahagaku. Kemudian aku tinggal di situ selama empat puluh hari tanpa makan dan minum. Pada hari keempat puluh, datang seorang laki-laki membawa sepotong roti dan beberapa makanan, dia meletakannya di depanku dan segera beranjak pergi meninggalkanku sendiri. Nafsuku kemudian cepat-cepat memaksakan keinginan untuk menyambar makanan tersebut, maka aku katakana, “Demi Allah, makanan ini tidak sejalan dengan perjanjian yang aku ikrarkan kepada Allah,” kemudian di dalam batinku aku mendengar suara yang keras dan berteriak, “Lapar!” tapi aku tetap menolak untuk menurutinya.
 
Kebetulan pada saat itu Syekh Abu Sa’id al-Makarimi melintas di depanku dan mendengar suara teriakan itu, lalu ia mendekatiku dan bertanya kepadaku, “Apa arti teriakan tadi, wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani?” Aku menjawab, “Tadi itu hanyalah bisikan jiwa rendahku, seperti halnya ruh, ia akan reda dengan sendirinya.” Kemudian ia berkata kepadaku, “Datanglah ke gerbang Al-Azaj.” Lalu ia pergi meninggalkanku, dan aku berkata kepada diriku sendiri, “Aku tidak akan pernah meninggalkan tempat ini, kecuali Tuhan sendiri yang memerintahkanku.”
 
Kemudian al-Khidhir a.s. datang kepadaku dan berkata, “Bangunlah dan pergilah ke Abu Sa’id al-Makarimi.” Maka akupun bergegas pergi, dan di sana aku menjumpainya sedang berdiri di depan rumahnya tengah menanti kedatanganku. “Wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani,” katanya kepadaku, “Apakah belum cukup bagiku ketika aku katakana, “Datanglah kepadaku,” kemudian ia menganugerahkan jubah sufi dengan tangannya sendiri, dan semenjak saat itu, aku dengan tekun membaktikan diriku kepadanya, dan menjadi muridnya yang rajin. Semoga Allah meridhoinya.
 
Melayang saat Berdakwah
Al-Khatab, pembantu Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani, berkata: suatu hari ketika Syekh sedang memberikan ceramah, beliau tiba-tiba naik beberapa langkah ke angkasa dan beliau berkata, “Wahai Israil, berhentilah dan dengarkan kata-kata Sang Muhammad!” Kemudian beliau kembali ke tempat duduknya semula. Ketika beliau diminta untuk menjelaskan kejadian tersebut, beliau menjawab, “Abu al-Abbas al-Khidhir berada di atas sana. Tadi ia sedang melintasi majelis kita ini, maka aku memintanya berhenti dan berkata kepadanya apa saja yang aku dakwahkan kepada kalian semua.”
 
Diludahi Nabi Saw. Tujuh Kali, Ali Enam Kali
            Ini diriwayatkan oleh Syekh Abu Muhammad al-Juba’I, bahwasannya beliau Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata, “Aku suatu kali berjumpa dengan Rasulullah Saw. dalam penampakan ruhani sebelum waktu zuhur, dan beliau Saw. berkata kepadaku, “Wahai anakku terkasih, kenapa engkau tidak berbicara (berdakwah) kepada manusia?” Maka aku menjawab, “Wahai bapakku terkasih, aku adalah seorang ‘Ajam (bukan orang Arab), lalu bagaimana aku bisa berkata-kata dengan fasih di tengah-tengah orang Baghdad yang jelas mereka pandai berbahasa Arab.” Kemudian beliau Saw. Berkata, “Sekarang, bukalah mulutmu!” Maka aku membuka mulutku lebar-lebar, dan beliau meludahiku sebanyak tujuh kali. Kemudian beliau Saw. berkata kepadaku, “Kamu harus berdakwah kepada manusia sekarang, ajaklah mereka menuju jalan Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik.” Aku kemudian menunaikan shalat zuhur, dan kemudian aku duduk setelah itu hendak berceramah, namun aku masih kehilangan kata-kataku. Kemudian aku melihat penampakan Sayidina ‘Ali kwh., dan beliau berkata, “Bukalah mulutmu!” Aku lalu membuka mulutku, dan beliau meludahiku sebanyak enam kali, lalu aku bertanya kepada beliau, “Kenapa engkau tidak meludahiku sebanyak tujuh kali seperti halnya Rasulullah Saw. Melakukannya?” Beliau menjawab, “Sebagai adab penghormatanku kepada Rasulullah.” Setelah mengucapkan kata-kata itu, beliau pergi.
 
Menghilang ke Balik Matahari
            Pengasuh Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani menceritakan, bahwa sewaktu beliau masih kecil seringkali ketika dia menggendong sang Syekh, mendadak beliau sudah tidak ada lagi di tangannya. Dia mengatakan, bahwa kemudian dia melihat Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani terbang ke langit dan bersembunyi di balik cahaya matahari.
 
Ketika Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani sudah dewasa, sang pengasuhnya mengunjunginya dan bertanya, apakah beliau masih sering melakukan hal yang dulu sewaktu kecil beliau lakukan. Kemudian Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani menjawab, “Itu dulu ketika aku masih kecil, dan pada waktu itu aku masih lemah, maka aku bersembunyi di balik matahari, namun kini daya dan kekuatanku telah sedemikian besar, sehingga bila 1000 matahari dating, pasti mereka semua akan bersembunyi di balik diriku.”
 
Bertarung Melawan Setan, Iblis, dan Hawa Nafsu
Kisah ini diriwayatkan oleh Syekh ‘Utsman as-Sirafani, baliau berkata, Aku suatu kali mendengar tuan kita, Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani berkata:
“Aku pernah bermukim sendirian di sebuah kawasan gersang. Setiap hari dan setiap malam setan-setan sering datang kepadaku berbaris-baris dalam wujud manusia jadi-jadian yang membawa berbagai macam senjata serta memikul berbagai benda yang berbunyi sangat keras. Mereka terlibat perkelahian denganku dan melempariku dengan bola api. Saat menghadapi keadaan seperti itu, aku mendapati di dalam hatiku suatu rasa tentram yang sulit terucapkan dengan kata-kata, aku mendengar suara dalam hatiku yang berkata, “Berdirilah dan serang mereka wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani, karena Kami selalu siap menambah kekuatanmu, dan Kami akan datang dengan pasukan yang tidak mungkin terkalahkan oleh mereka.” Dan saat aku melemparkan satu serangan kepada para setan itu, mereka sontak berlari tunggang langgang  dan pergi menghilang.
 
Setelah itu, ada sesosok setan datang dari tengah-tengah para setan yang berlari menjauh dariku. Setan itu menghampiriku dan berkata kepadaku, “Pergilah dari sini atau aku akan melakukan begini dan begitu kepadamu.” Dia memperingatkanku akan akibat apa saja jika aku tidak pergi dari wilayah itu, maka kemudian aku menamparnya dengan tanganku dan diapun melarikan diri dariku, lalu aku berucap, “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.” Setan itu diterkam oleh api dan aku melihatnya terbakar hangus.
 
Pada waktu yang lain, aku didatangi oleh sosok yang penampilanya benar-benar menakutkan, dan bau badannya sangat menjijikkan, baunya sangat bacin dan memuakkan, dia berkata kepadaku, “Aku adalah iblis. Aku datang kepadamu dengan maksud untuk menjadi budakmu, karena kamu telah berhasil menggagalkan segala upayaku dan mengalahkan pengikutku.” Aku berkata kepadanya, “Pergilah! karena aku tidak percaya sama sekali kepadamu.” Tapi pada saat itu sebuah tangan turun dari sisi iblis dan memukul tengkorak kepalanya dengan kekuatan yang sangat besar hingga membuat iblis itu terjungkal keras melesat ke dalam tanah, dan dia pun menghilang entah ke mana.
 
Iblis itu datang kembali kepadaku untuk kedua kalinya dengan membawa anak panah api di tangannya dan hendak menyerangku, tetapi dengan cepat seseorang yang memakai jubah penutup kepala lari menuju diriku dengan menaiki kuda berwarna kelabu dan dengan tangkas melemparkan pedang kepadaku. Melihat itu, iblis secepat kilat langsung lari terbirit-birit dari hadapanku.
 
Dan ketika aku bertemu dengannya lagi untuk yang ketiga kalinya, iblis itu sedang duduk dengan jarak yang agak jauh dariku, berlinangan air mata, sekujur tubuhnya dipenuhi oleh debu, dan ia berkata, “Aku sungguh telah putus asa menghadapi orang sepertimu, wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani.” Aku lalu berkata kepadanya, “Enyahlah kau dari sini, sang terkutuk! karena aku tidak akan pernah berhenti membentengi diriku sendiri (dengan perlindungan Allah) untuk melawanmu. Dan dia berkata, “Apa yang telah kau ucapkan itu lebih menyakitkan bagiku ketimbang jepitan besi neraka.”
 
Menembus Jarak
Diriwayatkan dari Syekh Umar, beliau berkata: aku suatu kali mendengar tuan kami Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani bercerita:
keadaan ruhani (ahwal) pernah datang kepadaku tanpa terduga sama sekali. Pada awal masa-masa aku melakukan pengembaraan dan berada di padang tandus di wilayah Baghdad, aku berlari melewati jarak kira-kira satu jam perjalanan, dan aku benar-benar tidak sadar bahwa aku sedang berlari, saat aku kembali dalam kesadaranku yang normal, aku mendapati diriku sampai di kawasan Syastar, di mana jarak tersebut dengan Baghdad kira-kira sekitar dua belas hari perjalanan. Ketika sampai di sana, aku berdiri dan melihat-lihat sekeliling, lalu seorang wanita datang kepadaku sambil berkata, “Apakah yang kamu alami itu membuatmu terkejut dan heran, padahal kamu tidak lain adalah ‘Abdul Qadir al-Jailani?!”
 
Melihat al-Lauh al-Mahfudz
Tertulis dalam riwayat, bahwa Syekh Abul Hafash menyatakan, “Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani biasa melayang di udara dan berkata ‘Matahari tidak pernah terbit tanpa mengucapkan salam kepadaku. Demi kemuliaan dan murka Allah, aku melihat semua manusia yang baik maupun yang jahat, mataku tertuju pada al-Lauh al-Mahfudz. Berkali-kali aku menyelam ke samudera ilmu dan kebijaksanaan yang dianugrahkan oleh Allah, dan akulah kebaikan murni Allah kepada manusia dan utusan khusus kakekku, Rasulullah Saw., dan akulah khalifah beliau di bumi.”
 
Kuasa atas Raja Jin
Syekh Abu Futub Muhammad bin Abul ‘Ash Yusuf bin Isma’il bin Ahmad ‘Ali Qarsyi at-Tamimi al-Bakari al-Baghdadi meriwayatkan, bahwa suatu ketika Syekh Abu Sa’id ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad al-Baghdadi al-Azja’i datang kepada Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani dan mengatakan bahwa putrinya yang berusia 16th, Fatimah yang sangat cantik, kemarin naik ke tingkat rumah, tapi tiba-tiba dia lenyap dari sana. Ketika Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani mendengar hal ini, beliau menghiburnya dan mengatakan kepadanya agar tidak perlu khawatir.
 
Sang Wali Agung kemudian memerintahkan dia untuk pergi ke sebuah hutan pada malam hari. Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani menyatakan bahwa di dalam hutan dia akan melihat banyak gundukan pasir. Dia harus duduk di gundukan pasir keenam yang dilewatinya, dan harus membuat sebuah gambar lingkaran di sekeliling dirinya sambil berkata, “Bismillah,” dan kemudian berkata, “Abdul Qadir.”
 
Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani berkata, “Menjelang sepertiga malam terakhir kau akan melihat pasukan jin berlalu. Mereka tampak sangat mengerikan dan ganas, tetapi engkau tak perlu takut, engkau harus tetap duduk dan menunggu. Tepat pada saat cahaya matahari pertama tampak, raja jin yang paling berkuasa akan lewat, dan dia akan menghampirimu lalu menanyakan permasalahanmu. Jelaskanlah permasalahanmu kepadanya, dan katakan bahwa aku yang mengutusmu. Beritahukan kepada raja jin itu tentang putrimu yang hilang.”
 
Syekh Muhammad al-Baghdadi berkata, “Aku mengerjakan apa yang Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani perintahkan. Aku duduk di gundukan pasir tersebut dan menunggu. Setelah beberapa waktu, aku melihat pasukan jin dalam rupa-rupa yang mengerikan melintas. Mereka sangat marah kepadaku karena aku duduk di tengah-tengah jalannya, namun mereka tetap berlalu tanpa mengucap sepatah katapun, karena mereka tidak berani memasuki lingkaran tersebut. Pada waktu fajar, sang raja jin melintas, lalu menanyakan permasalahanku. Ketika aku mengatakan bahwa yang mengutusku adalah Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani, maka dia segera turun dari kudanya dan berdiri dengan penuh hormat mendengarkan perkataanku, lalu dia mengutus para jin untuk mencari jin yang telah menculik putriku. Akhirnya, putrikupun kembali, dan jin yang telah menculik putriku itu dihukum oleh sang raja jin.”
 
Pengakuan 360 Wali
‘Abdullah al-Jubbai suatu kali berkata: “Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani memiliki seorang murid bernama ‘Umar al-Hawali, dia meninggalkan Baghdad dan tinggal di tempat lain selama beberapa tahun. Ketika ia akhirnya kembali ke Baghdad, maka aku berkata kepadanya, “Sekian lama ini kamu berada di mana?” Dia menjawab, “Aku mengembara menyinggahi kota-kota di Suriah, Mesir, Persia, dan aku bertemu dengan tiga ratus enam puluh Syekh, yang kesemuanya adalah para wali Allah. Tidak ada seorangpun dari mereka yang tidak berkata, “Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani adalah Syekh kami, dan merupakan pembimbing teladan kami menuju Allah Swt.”
 
Syekh Hammad ad-Dabbas konon berkata, “Ketika Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani yang pada waktu itu masih remaja, disebut dalam majelisnya “Aku melihat dua tanda di kepalanya, yang terpasang tegak di antara kebinatangan terendah dan kedaulatan tertinggi. Dan aku telah mendengar tentara kerajaannya memangil-mangilnya dengan suara yang keras lagi jelas pada cakrawala tertinggi. Semoga Allah meridhoinya.”
Syekh Hammad ad-Dabbas kemudian berkata, “Kamu adalah penghulu para ‘Arifin di zamanmu nanti. Panjimu tertancap kuat untuk dibentangkan, baik dari kawasan timur sampai kawasan barat. Pundak orang-orang di zamanmu akan tunduk di bawah kendalimu, dan kamu akan diangkat pada suatu tingkatan spiritual yang mengungguli semua orang yang sebaya denganmu.”
 
Pernyataan “Kakiku Berada di Tengkuk Para Wali”
Diriwayatkan oleh al-Hafidz Abu al-Izz ‘Abd al-Mugtis bin Harb al-Baghdadi beserta banyak lagi lainya, “Kami menghadiri majelis Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Di ruang tamu beliau banyak sekali para Syekh dan wali yang mengikuti majelis beliau waktu itu. Ada sekitar kurang lebihnya empat puluh tujuh para Syekh, dan masih banyak lagi yang berada dalam majelisnya. Ketika Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani berbicara, tampak sekali hati beliau dalam keadaan kesadaran penuh, yakni ketika beliau menyatakan, “Kakiku Berada di Atas Tengkuk Para Wali Allah.” Syekh ‘Ali bin al-Haiti melangkahkan kakinya saat itu juga, lalu naik beberapa langkah ke mimbar Sang Syekh, di mana kemudian dia memegang kaki Sang Syekh dan meletakkannya di atas tengkuknya sembari memposisikan kepalanya di bawah keliman jubah Syekh. Semua yang hadir di situpun membungkuk seperti yang dilakukan oleh Syekh al-Haiti. Dan tidak ada satupun seorang wali Allah di muka bumi ini yang pada saat itu tidak menundukkan tengkuknya sebagai pengakuan tulus terhadap Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani, serta sebagai penghormatan kedudukan ruhani beliau yang khusus. Ada 300 auliya’ Allah dan 700 rijaul ghaib yang hadir di majelis itu. Bahkan kumpulan para jin berkumpul pada saat itu. Para jin shalih tersebut keluar dari segala penjuru cakrawala demi menghormati pernyataan beliau tersebut. Mereka mengucapkan selamat kepada Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani dan menunjukkan laku taubat melalui tangan beliau.
 
Syekh al-Makarimi menyatakan, “Pada hari itu, seluruh Wali Allah tahu, bahwa panji kesultanan wali telah tertancapkan di sisi Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Semua wali dari timur hingga barat serentak membungkukkan badan mematuhi pernyataan beliau ini.”
 
Sayyid Syekh Khalifatul Akbar berkisah, “Aku bermimpi bertemu dengan Rasul Saw. tercinta, dan aku bertanya kepada beliau tentang pernyataan Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani tersebut. Rasul Saw. Menjawab, “‘Abdul Qadir al-Jailani telah mengatakan hal yang sebenarnya, karena dia sang Quthb, dan dia kuberikan tempat di bawah sayapku dan dalam perlindunganku.”